SUARAGEMPUR.COM | Kabupaten Tangerang — Di tengah semangat transparansi pengelolaan dana publik yang terus digaungkan, ironi masih merajalela. Proyek pembangunan Tembok Penahan Tanah (TPT) di Kampung Gebang RT 013/RW 004, Desa Renged, Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang, kini menjadi sorotan tajam. Pasalnya, aroma tak sedap mulai menguar dari lapangan, memperkuat dugaan adanya praktik manipulatif yang sistematis dan terencana. Senin (14/7/2025).
Proyek bernilai Rp150 juta yang dikerjakan oleh CV. Sarana Cipta Bangunan, dengan total volume pekerjaan 245,00 m² dan tinggi 0,75 m², kini disinyalir dijadikan lahan empuk untuk meraup keuntungan pribadi dengan mengorbankan kualitas dan keselamatan. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pekerjaan baru mencapai kurang lebih 100 m², namun secara kasat mata, pelaksana proyek tampak mengabaikan standar teknis yang seharusnya menjadi fondasi utama pekerjaan konstruksi tersebut.
Komponen penting berupa lantai sepatu yang berfungsi sebagai penopang dan penyebar beban TPT nyaris tidak ditemukan. Berdasarkan spesifikasi, lantai ini seharusnya memiliki lebar 40 cm dan tebal 15 cm, namun hasil investigasi di lapangan menemukan bahwa lantai sepatu hanya dibuat sepanjang 5 m² saja. Sebanyak 95 m² lainnya diduga ditiadakan secara sengaja—sebuah praktik yang jelas berindikasi pengurangan volume material demi keuntungan.
Tak hanya itu, lapisan dasar berupa abu batu atau pasir juga nihil di lokasi. Bangunan berdiri di atas tanah tanpa perlakuan teknis, dan dimensi struktur tampak tidak seragam. Kondisi ini mengindikasikan lemahnya komitmen kontraktor terhadap mutu serta ketidakhadiran pengawasan internal yang kredibel.
Saat dikonfirmasi, seorang pekerja lapangan mencoba mengelak dengan jawaban yang terkesan mengada-ada dan penuh kebingungan. Pernyataan, “Semuanya pakai sepatu, tapi ketutup lumut,” menjadi bentuk upaya pembodohan publik yang tidak bisa ditoleransi.
Uji lapangan yang dilakukan awak media membuktikan kebohongan tersebut. Bambu yang ditancapkan ke dasar bangunan tidak menemukan struktur lantai sepatu di bawahnya, bukti konkret adanya dugaan penghilangan item pekerjaan secara sistematis.
Menanggapi temuan ini, H. Cecep Budiman, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Kecamatan Kresek, menunjukkan sikap tanggap dan bertanggung jawab. Dalam pernyataan resminya melalui pesan WhatsApp, ia menyatakan:
“Besok ada tim yang cek ulang.”
“Hal mudah bagi saya mah… ya harus dibetulin total.”
Sikap tegas dan terbuka H. Cecep Budiman patut diapresiasi sebagai bentuk kesungguhan dalam menjaga akuntabilitas penggunaan dana publik. Namun, masyarakat tetap menagih janji dalam bentuk aksi nyata. Pernyataan berani tanpa eksekusi konkret hanya akan memperpanjang deret kegagalan dalam pengawasan proyek publik.
Bila dihitung secara kasar, untuk volume 95 m² tanpa lantai sepatu dengan spesifikasi lebar 40 cm dan tebal 15 cm, terdapat pengurangan batu kali sekitar 5,7 m³. Itu belum termasuk sisa volume 145 m² yang belum dikerjakan. Bila pola manipulasi ini terus berlanjut hingga akhir proyek, maka potensi kerugian negara bisa mencapai belasan juta rupiah hanya dari satu item pekerjaan. Sebuah bentuk kejahatan anggaran yang tidak bisa lagi dianggap remeh.
Dan itu baru satu komponen. Belum termasuk hilangnya lapisan dasar, ketidaksesuaian dimensi atas, hingga finishing yang asal jadi. Proyek ini berpotensi lebih sebagai ancaman ketimbang solusi, jika tidak segera dilakukan evaluasi menyeluruh dan pembongkaran ulang.
Dugaan pelanggaran dalam proyek TPT Desa Renged bukan sekadar kelalaian teknis, tapi indikasi kuat kejahatan terstruktur yang diduga melibatkan unsur pelaksana untuk meraup keuntungan secara tidak sah.
CV. Sarana Cipta Bangunan patut diperiksa secara menyeluruh oleh APH. Jika terbukti melakukan rekayasa volume, maka tindakan tegas wajib dijatuhkan: mulai dari pembongkaran pekerjaan yang tidak sesuai, penggantian kerugian negara, hingga sanksi pidana bila terbukti melanggar hukum.
Jangan biarkan uang rakyat menjadi tumbal dari kerakusan segelintir pihak yang menjadikan proyek sebagai ladang bancakan. Publik menunggu sikap tegas, bukan kompromi murahan.
Redaksi : Suaragempur.com