Proyek SPAL Pabuaran – Jayanti Diduga Sarat Penyimpangan: Material Bekas, Ukuran Menyusut, Pengawasan Mandul bak Macan Ompong

SUARAGEMPUR.COM | TANGERANG – Proyek pembangunan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) di Kampung Cigeureung, RT 11 RW 03, Desa Pabauran, Kecamatan Jayanti, Kabupaten Tangerang, yang seharusnya menjadi solusi sanitasi bagi warga, justru kini berubah menjadi sorotan tajam. Proyek senilai Rp.99.560.000 yang bersumber dari APBD Tahun Anggaran 2025 itu diduga menyimpan segudang persoalan, mulai dari penggunaan material tak layak, penyusutan dimensi pekerjaan, hingga pengawasan yang nyaris tak berfungsi, Kamis (21/8/2025).

Dari informasi yang dihimpun, proyek ini tercantum dalam papan informasi sebagai kegiatan “Pemeliharaan SPAL Kampung Cigeureung” dengan volume sepanjang 138 meter dan pelat deker sepanjang 3 meter. Proyek ini dikerjakan oleh CV. Sama Mega Indah dalam kurun waktu 30 hari kalender, di bawah tanggung jawab langsung pihak Kecamatan Jayanti.

Namun realita di lapangan jauh dari ekspektasi. Seorang pekerja yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa dimensi aktual saluran hanya 138 meter panjangnya, dengan lebar bawah 30 cm, lebar atas 25 cm, dan tinggi 30 cm. Tetapi hasil pengukuran tim investigasi Suaragempur menemukan fakta yang mengkhawatirkan: lebar atas hanya 15 cm, dan tinggi hanya 21 cm, menyisakan selisih mencolok yang memunculkan dugaan pengurangan volume pekerjaan secara sistematis.

Ironisnya, kualitas material yang digunakan pun tak luput dari sorotan. Batu bata bekas, potongan beton pracetak (selkon), hingga puing-puing bangunan menjadi komponen konstruksi utama dalam proyek ini. Salah satu pekerja yang dikonfirmasi hanya menjawab singkat, “Sudah nanggung, Pak.” Pernyataan yang justru mempertegas kesan asal jadi dan pengabaian terhadap standar mutu.

Ketika dikonfirmasi, Sekretaris Camat Jayanti, H. Ridwan, menyampaikan bahwa pekerjaan “sudah dibetulkan.” Namun, keesokan harinya saat tim media kembali turun ke lokasi, ditemukan kenyataan berbeda. Beberapa titik saluran masih menggunakan selkon yang hanya ditutup secara sembunyi-sembunyi dengan adukan semen dan pasir. Sebuah upaya yang seolah ingin menyamarkan kecurangan di balik lapisan tipis estetika.

Warga sekitar pun angkat bicara. Selain mempertanyakan mutu konstruksi, mereka juga mengkritik lemahnya fungsi pengawasan dari pihak Kecamatan Jayanti. “Saya tidak melihat ada pengawasnya, Pak,” ujar salah seorang warga yang juga meminta identitasnya dirahasiakan. Pernyataan tersebut menyiratkan bagaimana pengawasan yang seharusnya menjadi benteng kualitas, justru bak macan ompong, bertaring namun tak menggigit, hadir namun tak berdaya.

Dugaan penyimpangan ini tidak hanya mencederai kepercayaan publik, tetapi juga berpotensi melanggar ketentuan hukum yang berlaku, di antaranya:

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, yang menuntut agar hasil pekerjaan konstruksi memenuhi asas kualitas, keselamatan, dan keberlanjutan.

Peraturan Menteri PUPR Nomor 1 Tahun 2023, yang menekankan pentingnya pengawasan aktif dan berkelanjutan oleh instansi pemerintah terhadap penyelenggaraan jasa konstruksi.

Masyarakat mendesak agar proyek ini segera diaudit secara teknis dan dilakukan investigasi menyeluruh oleh aparat penegak hukum serta instansi terkait. Tujuannya jelas: memastikan setiap rupiah dari uang rakyat digunakan sebagaimana mestinya, bukan untuk memperkaya segelintir pihak yang bermain di balik tembok proyek.

Reporter: Redaksi suaragempur.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Copy