Di Konfirmasi Soal Anggaran Fantastis Kepala Disnaker Rudi Hartono Malah ” Ngambek “

SUARAGEMPUR.COM | TANGERANG – Setelah viralnya pemberitaan mengenai anggaran fantastis Rp2,6 miliar yang dihabiskan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Tangerang hanya untuk konsumsi pelatihan dan seragam, kini publik dibuat semakin geram. Tim Media Suaragempur.com telah berupaya untuk mengonfirmasi Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tangerang, Rudi Hartono, dengan mendatangi kantor Disnaker maupun melalui pesan WhatsApp. Kepala Dinas Tenaga Kerja, Rudi Hartono, yang diharapkan memberikan klarifikasi, justru menunjukkan sikap anti-transparan dan enggan memberi pernyataan resmi, Jumat (4/7/2025).

Saat upaya konfirmasi dilakukan melalui sambungan WhatsApp pada Senin, 30 Juni 2025, Rudi Hartono menjawab dengan nada kesal dan menyudutkan media. “Untuk apa klarifikasi, kan sudah naik beritanya. Gara-gara berita itu nama saya jadi jelek. Kenapa tidak ketemu saya dulu, seharusnya jangan naik dulu, nunggu ketemu saya dulu. Sekarang mau ngapain klarifikasi, orang beritanya sudah naik,” ujarnya.

Pernyataan tersebut memperkuat kesan buruknya etika komunikasi seorang pejabat publik yang seharusnya terbuka terhadap kritik dan transparan terhadap penggunaan uang rakyat. Alih-alih memberikan penjelasan substantif atas dugaan korupsi dan pemborosan anggaran, Kadisnaker justru mengeluh soal nama baiknya, bukan tentang substansi permasalahan.

Sikap ini menjadi bukti nyata buruknya kepemimpinan dan rendahnya akuntabilitas dalam tubuh Disnaker Kabupaten Tangerang. Jika pemimpinnya saja menolak memberikan klarifikasi atas dana miliaran yang berasal dari APBD, bagaimana mungkin institusi ini bisa dipercaya membina tenaga kerja dan mengelola program pelatihan secara efektif?

Tak berhenti di konsumsi pelatihan dan seragam, sorotan publik kini juga tertuju pada proyek bantuan peralatan perbengkelan senilai Rp603.112.000. Proyek yang tercatat dalam RUP dengan kode 59555909 ini hanya mencantumkan deskripsi “1 paket” peralatan bengkel motor dan las listrik, namun dengan nilai lebih dari setengah miliar rupiah.

Kejanggalan mencolok terlihat pada ketidakjelasan kuantitas item peralatan. Kompresor, mesin bor, las listrik, gurinda, hingga toolbox hanya disebutkan dalam satu paket tanpa rincian jumlah dan spesifikasi yang wajar. Hal ini memicu dugaan adanya mark-up harga dan membuka ruang besar untuk praktik korupsi.

Masyarakat mempertanyakan, bagaimana mungkin satu paket peralatan perbengkelan bisa dihargai lebih dari Rp600 juta? Padahal di pasaran, harga satu set peralatan standar tak mencapai setengah dari jumlah itu. Ketiadaan transparansi kuantitas item dan rincian harga satuan membuat pengadaan ini terkesan gelap dan manipulatif.

Skema E-Purchasing yang seharusnya menjamin keterbukaan justru jadi topeng formalitas untuk meloloskan pengadaan yang patut dicurigai. Seperti kasus konsumsi pelatihan, proyek ini memperkuat dugaan bahwa Disnaker Kabupaten Tangerang menjadi ladang empuk korupsi berjamaah.

Lebih ironis lagi, semua terjadi di tengah kondisi ekonomi rakyat yang makin menjerit. Sementara masyarakat harus bertahan dengan nasi garam, elite birokrasi malah berpesta menggunakan uang rakyat. Ini bukan sekadar pemborosan, ini pengkhianatan terhadap amanah publik.

Publik kini menanti keberanian Bupati Tangerang dan aparat penegak hukum untuk tidak tutup mata. Desakan agar BPK, Inspektorat, dan Kejaksaan segera melakukan audit investigatif semakin kuat menggema. Jika tak ada penindakan tegas, maka kepercayaan rakyat terhadap pemerintah daerah akan terus runtuh.

Disnaker Kabupaten Tangerang kini berada di bawah sorotan tajam. Sudah saatnya pembersihan dilakukan dari akar. Jika tidak, bukan hanya nama institusi yang rusak, tapi juga masa depan ribuan pencari kerja yang seharusnya dibina dengan anggaran itu.
Rakyat menderita, pejabat berpesta. Sampai kapan uang rakyat jadi bancakan?

Red : Fachri Huzzer

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Copy