Dugaan Pelanggaran Perizinan: PT. Tiraplas Inti Kreasi Diduga Beroperasi Tanpa Izin di Kabupaten Tangerang

SUARAGEMPUR.COM | Kabupaten Tangerang – Sorotan tajam kini mengarah kepada PT. Tiraplas Inti Kreasi, sebuah perusahaan manufaktur yang berlokasi di Jl. KH. Moch. Achyar, Sodong, Kecamatan Tigaraksa, Kabupaten Tangerang. Perusahaan ini diduga kuat telah menjalankan kegiatan operasional selama lebih dari lima tahun tanpa mengantongi izin usaha yang sah dan legalitas sesuai ketentuan hukum yang berlaku, Jumat (29/8/2025).

Dugaan ini mencuat ke publik setelah tim investigasi dari Konsorsium Lingkungan Hidup (KLH) Banten, yang dipimpin oleh Ferry Anis Fuad, SH., MH., melakukan penelusuran langsung ke lokasi pabrik. Dalam upaya investigatif tersebut, tim KLH tidak berhasil bertemu dengan pimpinan perusahaan, namun berhasil menggali sejumlah informasi dari karyawan di lapangan.

Salah satu karyawan yang ditemui, bernama Alek, mengungkapkan bahwa perusahaan memproduksi dudukan kipas angin dan menyuplai produknya ke perusahaan besar seperti Cosmos. Meski demikian, saat ditanya mengenai izin operasional, Alek hanya mampu memberikan jawaban terbatas dan menyebutkan nama pemilik yang diduganya bernama “Zoulun”—sebuah informasi yang belakangan diketahui tidak akurat.

Keterangan dari pihak Pemerintah Desa Sodong pun memperkuat indikasi pelanggaran. Seorang perangkat desa secara lugas menyatakan bahwa hingga kini belum ada dokumen resmi izin domisili dari perusahaan tersebut yang tercatat di kantor desa. “Belum ada izin domisilinya, Bang,” ujarnya singkat namun sarat makna.

Ferry Anis Fuad menyampaikan kekhawatiran serius atas dampak yang dapat ditimbulkan dari kegiatan operasional tanpa izin tersebut. Ia menekankan bahwa perusahaan yang memproduksi barang dari bahan plastik seharusnya memiliki izin lingkungan, termasuk izin pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3) bila diperlukan. “Perusahaan wajib memiliki izin sah, terutama dalam konteks lingkungan hidup. Apalagi jika produksinya berpotensi menghasilkan limbah berbahaya,” tegas Ferry.

Lebih lanjut, Ferry mengungkapkan bahwa berdasarkan penelusuran awal melalui akun Simpel—sistem pelaporan elektronik Kementerian Lingkungan Hidup—PT. Tiraplas Inti Kreasi belum terdaftar dalam sistem tersebut. Ini menimbulkan kecurigaan bahwa aspek pengelolaan lingkungan perusahaan tersebut sama sekali belum diawasi secara resmi.

Tak hanya itu, dugaan pelanggaran lain juga mengemuka. “Kami mendapat laporan bahwa beberapa karyawan belum dibayarkan upahnya secara layak, dan bahkan tidak terdaftar dalam program BPJS Ketenagakerjaan,” tambahnya.

KLH juga menemukan indikasi bahwa PT. Tiraplas Inti Kreasi pernah menjalin kerja sama dengan PT. Menara Inti Kreasi Indonesia dalam bidang produksi alat kesehatan. Jika hal ini benar, maka klasifikasi KBLI dan Nomor Induk Berusaha (NIB) yang terdaftar bisa saja berbeda dari aktivitas manufaktur yang dijalankan saat ini. “Kami akan mendalami lebih jauh legalitas NIB dan KBLI-nya bersama instansi terkait,” ucap Ferry.

Dalam pencocokan data tambahan, nama pemilik dan direktur PT. Tiraplas Inti Kreasi juga mulai menemui titik terang. “Kami menduga kuat pemilik sekaligus direktur perusahaan ini adalah Djony Christianto Sabadjan, yang juga pernah bekerjasama dengan PT. Menara Inti Kreasi Indonesia, sebagaimana yang tercantum di situs resmi Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia,”…”bisa jadi PT Tiraplas inti kreasi ini juga sebagai penyalur alat kesehatan,” lanjut Ferry. Pernyataan ini secara langsung membantah informasi sebelumnya yang menyebutkan nama berbeda sebagai pemilik.

 Poto dudukan kipas angin

Menariknya, seorang warga yang rutin melintasi depan pabrik turut memberikan kesaksian terkait dampak lingkungan yang dirasakan masyarakat sekitar. “Baunya menyengat sekali, apalagi kalau malam hari. Sudah lama begini,” ujar warga tersebut, seraya menunjukkan lokasi yang dimaksud.

Situasi ini menyoroti urgensi pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan yang beroperasi tanpa izin. Jika dugaan ini terbukti benar, maka PT. Tiraplas Inti Kreasi tidak hanya melanggar hukum perizinan, namun juga berpotensi membahayakan lingkungan serta melanggar hak-hak pekerja.

KLH Banten memastikan akan terus mengawal kasus ini dan segera berkoordinasi dengan dinas terkait guna melakukan verifikasi mendalam. “Kami akan mendesak pihak berwenang untuk melakukan inspeksi dan audit menyeluruh. Ini tidak bisa dibiarkan,” pungkas Ferry.

Kasus ini menjadi pengingat tegas bagi para pelaku usaha di Indonesia bahwa legalitas usaha bukan sekadar formalitas administratif, tetapi bagian integral dari tanggung jawab sosial dan lingkungan. Pemerintah daerah pun didorong untuk lebih aktif dalam melakukan pengawasan demi melindungi masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup.

Redaksi | suaragempur.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page