×

Dugaan Praktek Tak Wajar di Samsat dan Dinas: Ada Apa dengan “Jatah Bulanan”?

Dugaan Praktek Tak Wajar di Samsat dan Dinas: Ada Apa dengan “Jatah Bulanan”?

Kabupaten Tangerang | suaragempur.com – Publik kembali diguncang dengan laporan media Dinamikaonline.com terkait dugaan praktek tak wajar di lingkungan Samsat dan sejumlah dinas pemerintah. Isu ini menyeret nama oknum wartawan yang disebut menerima “jatah bulanan” dari pejabat dinas. Pimpinan Redaksi suaragempur.com Rustam Efendi, SH., MH., bersama Wakil Pimpinan Redaksi Ilham Saputra, C.,BLS.,mengecam keras dugaan praktek yang mencoreng nama baik institusi publik dan dunia jurnalistik. Senin, 09/12/2024

Narasi yang dimuat Dinamikaonline.com menyebut adanya pengakuan dari staf Samsat terkait pemberian “jatah bulanan” kepada oknum yang diduga wartawan abal-abal. Tidak tanggung-tanggung, jumlah yang disebutkan mencapai lebih dari 500 orang. Praktek ini memunculkan pertanyaan besar: apakah ini semata-mata ulah oknum, atau justru cerminan dari keroposnya sistem birokrasi?

Rustam Efendi menyoroti lemahnya seleksi kompetensi di sejumlah media sebagai pintu masuk maraknya wartawan abal-abal. “Perekrutan wartawan harus selektif, memastikan mereka paham kode etik dan memiliki kemampuan jurnalistik dasar,” ujarnya tegas. Ilham Saputra menambahkan, “Fenomena ini tidak hanya merusak citra media, tapi juga menjadi ladang subur bagi praktek ilegal seperti gratifikasi dan pemerasan.”

Pernyataan Rustam ini sejalan dengan pengakuan dari anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Tangerang Selatan, yang menegaskan bahwa para penerima jatah bulanan bukan berasal dari anggota PWI. Namun, ini justru memunculkan pertanyaan: mengapa praktek ini dibiarkan tumbuh tanpa ada tindakan tegas?

Laporan ini menyiratkan kemungkinan terjadinya gratifikasi atau pemerasan di balik pemberian “jatah bulanan”. Sumber dana yang digunakan untuk membayar ratusan orang tersebut patut dipertanyakan. Apakah berasal dari anggaran pribadi para pejabat, atau justru diambil dari anggaran negara? Jika yang terakhir, maka ini adalah indikasi penyalahgunaan anggaran publik yang memerlukan investigasi mendalam.

“Jika dugaan ini benar, maka dampaknya tidak hanya mencoreng integritas Samsat dan dinas terkait, tetapi juga merugikan masyarakat yang membayar pajak,” ungkap Putra.

Fenomena ini juga menjadi tamparan bagi pemimpin redaksi media yang sembarangan merekrut wartawan. Oknum yang tidak memahami tugas dan tanggung jawab jurnalistik, bahkan tidak mampu menulis berita, hanya akan mencederai kredibilitas media itu sendiri. “Dunia jurnalistik tidak boleh menjadi tameng bagi individu yang hanya mencari keuntungan pribadi,” tambah Rustam.

Rustam dan Putra mendesak Badan Pengawas Keuangan, Inspektorat, dan aparat penegak hukum untuk segera bertindak. “Indikasi korupsi dan penyalahgunaan wewenang harus ditindak tegas. Ini bukan sekadar isu moral, tetapi soal kepercayaan publik terhadap pemerintah,” tegas Putra.

Dengan lebih dari 500 orang yang diduga terlibat, kasus ini tidak hanya memalukan dunia jurnalistik tetapi juga mencederai kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintahan. Apakah ini murni persoalan oknum wartawan abal-abal, atau ada kepentingan yang lebih besar di baliknya?

Dugaan ini harus menjadi momentum untuk memperbaiki sistem birokrasi dan memperkuat integritas lembaga publik. Penyelidikan mendalam dan tindakan hukum yang tegas adalah langkah yang tidak bisa ditawar. Wartawan sejati seharusnya mencari berita untuk kepentingan publik, bukan memanfaatkan profesi untuk mencari “jatah.”

(Tim/Red)

Post Comment

Dilarang Copy Paste