FAKTA MENGEJUTKAN! KESAKSIAN KORBAN INTIMIDASI MENGGUNCANG: BONAI SERAHKAN KASUS KE PIMRED ANTERO.CO, SERUKAN KEADILAN BAGI JURNALIS!

SUARAGEMPUR.COM | Kabupaten Tangerang – Dalam lanskap demokrasi yang seharusnya menjunjung tinggi kebebasan pers, sebuah tamparan keras menghantam nurani ketika intimidasi terhadap jurnalis kembali terjadi. Bukan sekadar kisah biasa, ini adalah alarm keras bagi para penjaga kebenaran. Dalam kabut ketidakadilan, muncul suara lantang dari balik tekanan: Bonai, seorang jurnalis muda yang memilih untuk bicara — bukan demi sensasi, melainkan demi nurani profesi.

Pernyataan mengejutkan datang tiba-tiba dari Supriadi, atau yang lebih dikenal sebagai Bonai — seorang wartawan yang menjadi korban intimidasi dalam kasus yang menyeret nama Lutfi Suwandi, pelaksana proyek pembangunan RSUD Balaraja yang digarap oleh perusahaan besar, PT. Demes Karya Indah.

Dalam keterangannya kepada desak-news.com, Jumat (08/08/2025), Bonai dengan tegas mengungkap bahwa meski secara pribadi ia telah menerima permohonan maaf dari pelaku, namun secara profesi, langkah hukum dan etis telah ia serahkan sepenuhnya kepada Pemimpin Redaksi medianya, Antero.co.

“Iya, secara pribadi saya sudah menerima permohonan maaf si pelaku,” ungkap Bonai.

Namun, nada suaranya berubah tegas saat menyambung:

“Jika kaitan dengan profesi sebagai jurnalis, saya sudah menyerahkan kasus ini sepenuhnya sama Pimred saya di media Antero.co,” cetusnya lugas.

Pernyataan tersebut menyingkap kenyataan getir: intimidasi terhadap jurnalis bukan sekadar tindakan emosional, tetapi pelanggaran sistemik terhadap kebebasan berekspresi dan transparansi publik. Sikap brutal yang dilakukan oleh oknum pelaksana proyek, dalam hal ini Lutfi Suwandi, bukan hanya mencoreng nama pribadi, tetapi turut menyeret citra perusahaan besar, PT. Demes Karya Indah, ke dalam pusaran sorotan negatif.

Tidakkah hal ini cukup membuka mata bahwa masih ada kekuatan-kekuatan yang berusaha membungkam suara kebenaran?

Bonai sendiri, meski telah menunjukkan kelapangan dada secara pribadi, mengisyaratkan bahwa secara institusional dan profesional, ini bukan perkara yang bisa diredam dengan permintaan maaf belaka. Ada harga yang harus dibayar — bukan untuk membalas, tetapi untuk menegakkan marwah jurnalistik.

Kini, dalam keheningan yang seakan dibuat-buat oleh banyak pihak, Bonai berdiri sendiri, menyuarakan keresahan yang mewakili banyak jurnalis lainnya: ketidakpastian hukum, hilangnya perlindungan, dan lemahnya solidaritas institusional.

Kita sebagai jurnalis, sebagai bagian dari elemen masyarakat yang sadar akan pentingnya keterbukaan informasi, perlu bertanya pada diri sendiri: Apakah kita akan terus diam? Saat satu dari kita ditekan, dilecehkan, bahkan diintimidasi dalam menjalankan tugas jurnalistik, apakah kita memilih bungkam?

Kasus Bonai bukan hanya tentang satu nama, bukan tentang satu media, bukan sekadar gesekan personal. Ini adalah wajah nyata dari tantangan yang sedang dihadapi oleh dunia jurnalistik hari ini — ketika kepentingan proyek lebih didahulukan daripada keadilan informasi.

Intimidasi terhadap jurnalis bukan sekadar masalah pribadi. Ini adalah alarm peringatan. Ketika Bonai bersuara, itu bukan hanya keluhan, itu adalah seruan. Dan jika kita tetap bungkam, maka kita tengah menyiapkan liang kubur untuk kemerdekaan pers itu sendiri.

Kini bola ada di tangan kita semua — akankah kita berdiri bersama Bonai, atau memilih bersembunyi di balik bayang-bayang kenyamanan?

Redaksi : suaragempur.com
Editor : Daenk

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Copy