SUARAGEMPUR.COM | Kabupaten Tangerang — Di tengah harapan masyarakat akan pelayanan publik yang humanis dan beradab, sebuah peristiwa memalukan kembali mencoreng wajah birokrasi lokal. Kali ini, giliran Perusahaan Umum Daerah Air Minum (Perumdam) Tirta Kerta Raharja (TKR) Kabupaten Tangerang Unit Kresek yang tersandung kasus dugaan arogansi petugas di lapangan. Ironisnya, praktik tersebut terjadi bukan oleh penagih swasta tak resmi, melainkan oleh seorang petugas resmi bernama Vina dari Zona C, Unit Kresek.
Peristiwa yang terjadi pada Jumat (25/7/2025) di Kampung Renged, Kecamatan Kresek, ini menyisakan luka batin mendalam bagi salah seorang pelanggan, sebut saja S. Ia mengaku dipermalukan secara terbuka di hadapan tetangga hanya karena persoalan tunggakan pembayaran air. Tanpa adanya surat peringatan ataupun pendekatan persuasif yang sesuai etika pelayanan publik, petugas langsung menyodorkan ancaman penyegelan sambungan air.
“Belum pernah saya menerima surat peringatan sebelumnya. Tapi dia datang, teriak-teriak, tetangga sampai keluar rumah. Rasanya seperti sedang dipermalukan, bukan dilayani,” ujar S dengan suara bergetar.
Lebih mengejutkan lagi, menurut kesaksian warga sekitar, petugas Vina secara gamblang menyatakan bahwa keterlambatan pembayaran tidak perlu lagi diberi surat peringatan, dan bahwa sambungan air bisa langsung dicabut. Sikap ini tak hanya melanggar norma pelayanan publik, tapi juga mencerminkan kebijakan internal yang patut dipertanyakan.
Warga Kampung Renged menyampaikan kegeraman mereka atas metode penagihan yang dinilai jauh dari asas pelayanan publik yang beradab. Gaya komunikasi petugas yang lebih menyerupai penagih utang jalanan ketimbang perwakilan lembaga milik daerah, menjadi pemantik kecaman.
“Kami ini pelanggan yang menggunakan jasa. Kenapa harus diperlakukan seperti pelanggar hukum? Di mana adab pelayanan publik itu dijunjung?” tanya seorang warga dengan nada getir.
Peristiwa ini, bagi warga, adalah bukti nyata kegagalan internal Perumdam TKR dalam membina dan mengawasi petugas di lapangan. Apalagi, menyangkut urusan yang menyentuh kebutuhan dasar masyarakat: air bersih.
Ketika tim suaragempur.com mencoba mengonfirmasi kejadian ini langsung ke Kantor Perumdam TKR Unit Kresek, akses informasi kembali dihadang. Seorang petugas keamanan bernama Ikmal menolak pengambilan gambar di area luar kantor, dengan alasan belum adanya izin dari kantor pusat.
“Kalau mau ambil foto, harus ada izin dari kantor pusat. Sudah SOP-nya,” ujar Ikmal.
Penolakan ini menjadi pertanyaan besar: mengapa kantor pelayanan publik yang dibiayai dari uang rakyat justru membentengi diri dari pengawasan publik dan media? Dalam negara demokratis yang menjunjung tinggi transparansi dan kebebasan pers, tindakan semacam ini layak mendapat sorotan tajam.
Aktivis hukum sekaligus pemerhati pelayanan publik, Rustam Effendi, S.H., M.H., mengecam keras insiden ini. Menurutnya, perilaku petugas lapangan dan penghalangan terhadap jurnalis adalah bentuk penyimpangan yang serius dari prinsip pelayanan publik dan keterbukaan informasi.
“Ini bukan hanya soal penagihan. Ini intimidasi. Ini pelecehan terhadap hak-hak konsumen dan jurnalis. Harus ada sanksi tegas,” tegas Rustam.
Ia menambahkan bahwa tidak ada tempat bagi gaya premanisme di tubuh institusi negara. Jika Perumdam TKR tidak segera berbenah, kepercayaan masyarakat akan runtuh dan preseden buruk akan tertanam dalam budaya birokrasi daerah.
Rustam turut mendesak Bupati Tangerang dan DPRD setempat untuk segera turun tangan dan memanggil jajaran direksi Perumdam TKR guna melakukan evaluasi menyeluruh. Menurutnya, reformasi manajemen dan penegakan etika kerja, terutama di Zona C, sudah tidak bisa ditawar.
“Air adalah hak dasar masyarakat. Dan pelayanan terhadapnya harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab, etika, dan rasa hormat. Sudah saatnya institusi ini dibenahi secara struktural,” tandasnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak manajemen Perumdam Tirta Kerta Raharja belum memberikan pernyataan resmi terkait insiden yang telah mencoreng nama baik lembaga mereka sendiri.
Warga Kampung Renged berharap peristiwa ini menjadi yang pertama dan terakhir. Harapan mereka sederhana namun bermakna: agar ke depan, pelayanan air bersih tidak hanya mengalir ke rumah, tetapi juga mengalirkan nilai-nilai kemanusiaan, profesionalisme, dan penghormatan terhadap hak konsumen.
Reporter : Fachri Huzzer
Editor : Daenk