SUARAGEMPUR.COM | TANGERANG – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang di bawah kepemimpinan Wawan Fauzi SE, S.Kom kini menjadi sorotan tajam publik. Dugaan penyimpangan dalam pengelolaan dana APBD mengemuka, seiring mencuatnya indikasi perbedaan mencolok antara laporan anggaran yang dipublikasikan dengan realisasi sebenarnya.
Ketidaktransparanan ini ditengarai bertentangan dengan sejumlah regulasi penting, seperti:
•Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
•Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
•Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,
•Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah,
•Peraturan Presiden Nomor 157 Tahun 2014 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,
•Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah, serta
•Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Pasal 3 UU KIP menegaskan bahwa pengelolaan dana publik wajib dilakukan secara terbuka dan dapat diakses masyarakat, namun fakta di lapangan menunjukkan hal sebaliknya.
Syamsul Bahri, Ketua DPD LSM KPK sekaligus Ketua DPD Gabungan Wartawan Indonesia Provinsi Banten, menyampaikan kepada media bahwa pihaknya telah mengirimkan surat konfirmasi resmi kepada DLH Kota Tangerang dan menunggu jawaban dalam jangka waktu tujuh hari kerja.
“Ini bukan perkara sepele. Data yang kami miliki menunjukkan potensi penyimpangan dalam pemberian honorarium kepada tenaga Non-ASN pada tahun 2023 hingga 2024, yang diduga dikendalikan oleh oknum Kasi dan Kabid,” ujar Syamsul, Rabu (27/8/2025) di kantornya, Jalan Veteran, Kota Tangerang.
Pernyataan tersebut diperkuat oleh Zaki, SH, Biro Hukum dari dua lembaga yang dipimpin Syamsul. Ia memaparkan bahwa dana yang dipublikasikan melalui SIRUP LKPP untuk DLH Kota Tangerang tahun 2023 adalah sebesar Rp.177,12 miliar, dan tahun 2024 sebesar Rp.235,85 miliar. Namun, realisasi dana yang terserap dan tidak dipublikasikan ke publik mencapai Rp.258,33 miliar pada tahun 2023, dan Rp.264,76 miliar di tahun 2024.
Dalam rincian yang disampaikan, terdapat dugaan ketidakjelasan peruntukan dana, khususnya untuk honorarium Non-ASN yang melekat pada tiga bidang strategis:
✓Bidang Pengelolaan Sampah
•Tahun 2023: Rp.79,76 miliar (Swakelola), Rp.12,00 miliar (Penyedia)
•Tahun 2024: Rp.90,97 miliar
✓Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan
•Tahun 2023: Rp.504 juta
•Tahun 2024: Rp.447 juta
✓Bidang Umum
•Tahun 2023: Rp.1,19 miliar
•Tahun 2024: Rp.8,14 miliar
Angka-angka tersebut mengindikasikan adanya dugaan penggelembungan anggaran, khususnya pada pos tenaga honor Non-ASN yang belum jelas validitas datanya.
Syamsul Bahri menegaskan bahwa jika dalam waktu tujuh hari kerja tidak ada jawaban atau klarifikasi dari pihak DLH Kota Tangerang, maka pihaknya akan melanjutkan temuan ini ke jalur hukum. Tak hanya itu, rencana konferensi pers resmi juga akan digelar di kantor LSM-nya, sebagai bentuk pembukaan informasi kepada publik.
“Kami akan dorong kasus ini masuk ke ranah hukum. Dan jika perlu, kami akan bawa mereka yang terlibat ke ‘Hotel Prodeo’. Bahkan, dua lembaga yang saya pimpin akan mengadakan aksi unjuk rasa besar-besaran di depan Kantor Walikota Tangerang,” tegasnya.
Dalam aksinya nanti, Syamsul berencana menggerakkan massa dari berbagai wilayah Jabodetabek sebagai bentuk protes terhadap lemahnya pengawasan dan dugaan penyelewengan dana publik.
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi semangat reformasi birokrasi dan transparansi pengelolaan keuangan daerah. Jika dugaan tersebut terbukti benar, maka hal ini bukan hanya persoalan administratif, tetapi sudah masuk ranah pidana yang harus ditindaklanjuti secara serius oleh aparat penegak hukum.
Publik menanti: akankah janji transparansi hanya sekadar narasi tanpa realisasi? Atau akankah kebenaran menemukan jalannya melalui keberanian para pengawas masyarakat sipil? (Red)