Kabupaten Tangerang || Suaragempur.com – Situasi perburuhan kembali menjadi sorotan setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan serikat buruh terkait Undang-Undang Cipta Kerja, membawa angin segar bagi kalangan pekerja di seluruh Indonesia. Namun, bagi para pekerja di PT. Global Teknik Perkasa Industri, berita ini seakan tidak membawa dampak berarti. Perusahaan yang berlokasi di Jalan Sinar Kemis Blok A No. 8J, Kampung Gelam, Kuta Jaya, Kecamatan Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang ini justru dilaporkan memberikan upah yang tidak layak. Sabtu, 09/11/2024.
Saat awak media melakukan penelusuran ke lokasi bersama Ismail, seorang aktivis dari Lembaga Satu Bumi Satu Negeri (LSBSN) yang peduli terhadap hak-hak buruh, berbagai keluhan miris disampaikan oleh para pekerja. Berdasarkan laporan yang diterima pada 17 Oktober 2024, salah satu pekerja, yang meminta identitasnya dirahasiakan, mengungkapkan bahwa upah yang mereka terima hanya Rp.80.000 per-hari dengan jam kerja mencapai 12 jam.
Selain itu, perusahaan dikabarkan belum membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) yang penting untuk mengidentifikasi dan meningkatkan kesadaran terkait masalah K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di lingkungan kerja. Hal ini mengakibatkan tingginya angka kecelakaan kerja di perusahaan tersebut.
Para pekerja juga merasa bingung dengan status kerja mereka. Hingga saat ini, belum ada perjanjian kerja yang jelas (PKWT/PKWTT), dan perusahaan belum menyusun aturan kerja yang sah dari Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tangerang. Salah seorang pekerja mengeluhkan, “Lembur juga gak sesuai, Pak.” Keluhnya.
Ismail, aktivis LSBSN yang akrab disapa Mail, menyatakan keprihatinannya, “Sangat miris dengan kondisi buruh di PT. Global Teknik Perkasa Industri. Upah Rp.80.000 sangat jauh dari kata layak. Padahal salah satu poin dari keputusan MK terkait upah adalah bahwa upah harus mengandung komponen hidup layak. Dengan upah segitu, bagaimana bisa hidup layak?” ujar Mail.
Mail juga menekankan,” Perusahaan berkewajiban menyediakan alat pelindung diri bagi pekerja sebagaimana diatur dalam UU No. 1 Tahun 1970 Pasal 3. Selain itu, perusahaan juga memiliki kewajiban untuk mendaftarkan para pekerja dalam program BPJS Ketenagakerjaan, terutama bagi mereka yang bekerja dengan potensi risiko kerja, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS Ketenagakerjaan dan Peraturan Pemerintah No. 86 Tahun 2013,” jelas Mail. “Sebagai bentuk pengawasan sosial, saya merasa berkewajiban untuk menyikapi dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan tersebut dan melaporkannya kepada instansi pemerintah terkait.” Tandasnya.
Dalam upaya konfirmasi kepada pihak perusahaan, pihak keamanan di lokasi hanya memberikan nomor telepon perwakilan bernama Budi. Saat dihubungi via telepon, Budi menyampaikan, “Saya tidak ada waktu untuk bertemu, kalau mau dilaporkan ke dinas, silakan saja.” Kata Budi
Situasi ini menggambarkan tantangan besar yang dihadapi oleh pekerja di lapangan, dan menjadi catatan penting bagi pemerintah untuk mengawasi implementasi hak-hak pekerja di perusahaan seperti PT. Global Teknik Perkasa Industri.
(Fachri Huzzer)
Post Comment