×

Proyek Sarat Kejanggalan: Salah Nama Papan, Abaikan K3, dan Proses Diragukan

Proyek Sarat Kejanggalan: Salah Nama Papan, Abaikan K3, dan Proses Diragukan

Kabupaten Tangerang | suaragempur.com – Di Kampung Saga RT 002/003, Desa Saga, Kecamatan Balaraja, Kabupaten Tangerang, proyek yang seharusnya menjadi jawaban atas kebutuhan infrastruktur justru berubah menjadi sorotan tajam publik. Dengan anggaran Rp 150 juta dari APBD 2024, papan informasi proyek mencantumkan pembangunan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL). Namun, di lapangan, yang dilakukan adalah pemasangan U-ditch. Perbedaan yang tampak sederhana ini sebenarnya menjadi bukti awal dari sederet kejanggalan serius. Minggu, 08/12/2024.

Kesalahan nomenklatur bukan sekadar persoalan administratif, melainkan cermin dari ketidakpahaman atau bahkan potensi rekayasa. Saat dikonfirmasi, pengawas proyek Kecamatan Balaraja memberikan pernyataan yang mengejutkan: “SPAL dan U-ditch itu sama saja.” Pernyataan yang tidak hanya keliru secara teknis, tetapi juga menampilkan ketidaktahuan yang berbahaya, terlebih dari pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas pengawasan kualitas.

Pelaksanaan proyek yang ditangani CV. Djalie Putra Mandiri memperlihatkan standar kerja yang jauh dari profesionalisme. Pemasangan U-ditch dilakukan tanpa hamparan pasir, yang secara teknis merupakan elemen penting untuk memastikan kestabilan konstruksi. Ketika ditanya alasan di balik pelaksanaan ini, salah satu pekerja di lokasi menjelaskan, “Kami langsung pasang U-ditch karena tanahnya banyak lumpur.”

Jawaban ini mengindikasikan buruknya perencanaan teknis. Keputusan sembrono seperti ini tidak hanya merugikan dari segi kualitas proyek, tetapi juga berpotensi membahayakan infrastruktur di masa depan.

Kejanggalan tak berhenti di metode kerja. Para pekerja terlihat beraktivitas tanpa perlindungan APD seperti helm, sepatu safety, atau rompi pelindung. Padahal, sesuai dengan peraturan, penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah keharusan yang tidak bisa ditawar.

Seorang pekerja mengaku, “Kami tidak diberi alat pelindung diri oleh mandor.” Fakta ini memperlihatkan sikap abai dari pihak pelaksana yang lebih mementingkan efisiensi biaya ketimbang nyawa dan keselamatan pekerjanya.

Minimnya penerapan standar teknis dan K3 membuka ruang bagi dugaan adanya pengurangan anggaran yang seharusnya dialokasikan untuk aspek penting proyek ini. Jika terbukti, ini merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip transparansi dan penggunaan dana publik.

Buruknya pengawasan dan lemahnya pelaksanaan proyek ini adalah cermin kegagalan pengelolaan dana publik. Apakah pemerintah daerah akan diam menghadapi fakta ini? Atau apakah mereka akan mengambil langkah tegas terhadap penyimpangan yang ada? (Red)

Post Comment

Dilarang Copy Paste