SUARAGEMPUR.COM | Kabupaten Tangerang — Dalam semangat mengokohkan fondasi kebangsaan di kalangan generasi muda, Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Moh. Rano Alfath, kembali hadir di tengah para santri melalui kegiatan sosialisasi Empat Pilar MPR RI yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Al-Badar, Kecamatan Balaraja, Kabupaten Tangerang, pada Sabtu (28/6/2025).
Pondok pesantren yang menjadi tempat pelaksanaan kegiatan ini bukan sekadar lembaga pendidikan keagamaan, melainkan juga wadah pembinaan karakter dan intelektual yang selama ini dikenal sebagai bagian dari dedikasi langsung Bang Rano dalam membentuk generasi muda yang berintegritas.
Dengan mengangkat tema “Santri Sebagai Penjaga Nilai-Nilai Kebangsaan dan Keislaman”, kegiatan ini diikuti lebih dari 200 santri yang menunjukkan antusiasme tinggi. Hal ini mencerminkan kesiapan pondok pesantren dalam mengambil peran strategis membangun harmoni sosial dan memperkuat fondasi persatuan melalui jalur pendidikan berbasis nilai.
Dalam sambutannya, Rano Alfath menekankan bahwa pemahaman dan internalisasi terhadap Empat Pilar Kebangsaan — Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, serta Negara Kesatuan Republik Indonesia — merupakan amanah bersama yang tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga merupakan kewajiban moral bagi kalangan pesantren.
“Santri itu bukan hanya belajar kitab, tetapi juga belajar mencintai tanah air. Karena cinta tanah air adalah bagian dari iman. Maka, Pancasila dan UUD 1945 harus meresap ke dalam jiwa santri, agar ketika kembali ke tengah masyarakat, mereka mampu menjadi agen perubahan yang menjaga persatuan dan keberagaman bangsa,” ujar Rano dengan penuh keyakinan.
Sebagai Wakil Ketua Komisi III DPR RI dan salah satu kader muda Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Rano juga menyoroti pentingnya integrasi antara nilai-nilai kebangsaan dan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Menurutnya, pondok pesantren merupakan pilar utama dalam menjaga jati diri bangsa dan memperkuat spiritualitas yang inklusif.
Dalam sesi dialog interaktif, para santri berkesempatan menyampaikan pandangan kritis serta bertanya langsung kepada Rano terkait berbagai isu kebangsaan, seperti peran santri dalam merawat persatuan di tengah tantangan radikalisme, intoleransi, hingga dinamika informasi di era digital.
Salah satu peserta, Fadlan, mengajukan pertanyaan seputar bagaimana seorang santri tetap menjaga prinsip-prinsip keislaman sambil aktif dalam kegiatan sosial dan kebangsaan. Menanggapi hal tersebut, Rano mengajak para santri menengok kembali jejak sejarah perjuangan para ulama.
“KH Hasyim Asy’ari, KH Wahid Hasyim, hingga Gus Dur – semuanya adalah santri, dan mereka bukan hanya tokoh agama, melainkan juga negarawan. Maka, tidak ada dikotomi antara menjadi santri dan menjadi patriot. Justru santri adalah benteng terakhir moral bangsa ini,” tuturnya.
Rangkaian acara juga dihiasi dengan penampilan seni budaya dari para santri, yang menyuarakan semangat nasionalisme serta menggambarkan kuatnya ukhuwah islamiyah dan ukhuwah wathaniyah yang tumbuh dari lingkungan pesantren.
Menutup kegiatan tersebut, Rano Alfath memberikan pesan inspiratif kepada seluruh peserta agar terus membekali diri dengan ilmu, akhlak, dan semangat kebangsaan.
“Kalian adalah pemimpin masa depan. Jangan pernah merasa kecil karena kalian santri. Justru dari pesantrenlah lahir para pejuang bangsa yang menjaga Indonesia dengan ilmu, keteladanan, dan cinta tanah air. Mari jaga terus kebhinekaan ini – dari Balaraja, untuk Indonesia,” pungkasnya penuh semangat.
Kegiatan ini menjadi bagian dari komitmen berkelanjutan MPR RI bersama PKB dalam merawat semangat nasionalisme yang inklusif dan membumikan peran strategis santri sebagai penjaga nilai-nilai luhur bangsa di tengah keragaman budaya dan agama yang menjadi kekayaan Indonesia. (Red)