SUARAGEMPUR.COM| TANGERANG – Dugaan praktik “tebusan” dalam penanganan kasus narkoba kembali mencoreng penegakan hukum di Kabupaten Tangerang. Empat pria yang diamankan anggota Polsek Tigaraksa pada Minggu (28/9/2025) diduga menjadi korban permainan uang di balik proses rehabilitasi, jumat (17/10/2025).
Empat terduga penyalahgunaan narkoba itu masing-masing berinisial HR, AD, R, dan AJ. Mereka ditangkap di rumah milik AJ di Desa Wanakerta, Kecamatan Sindang Jaya, Kabupaten Tangerang. Namun, bukannya diproses hukum sebagaimana mestinya, dua di antara mereka justru dilepaskan usai disebut membayar tebusan di tempat rehabilitasi.
Informasi yang diterima SuaraGempur.com menyebut, dua orang terduga, HR dan AD, dibebaskan dari Yayasan Rehabilitasi Mentari Pagi di Jalan Banjar Wijaya, Poris Plawad Indah, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang, pada Senin malam (13/10/2025).
Pembebasan itu diduga terjadi setelah adanya pembayaran masing-masing Rp13 juta kepada seseorang bernama Deka, yang mengaku sebagai perwakilan dari pihak yayasan. Sementara dua lainnya, AJ dan R, hingga kini masih berada di tempat rehabilitasi karena belum “ditebus” oleh keluarga mereka.
Sejumlah sumber menyebut ada dugaan kongkalikong antara oknum Polsek Tigaraksa dan pihak yayasan. Pasalnya, pemindahan empat terduga dari kepolisian ke tempat rehabilitasi seharusnya tidak bisa dilakukan tanpa asesmen resmi dari Badan Narkotika Nasional (BNN) atau Tim Asesmen Terpadu (TAT).
Dalam Pasal 54 dan 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, pecandu atau korban penyalahgunaan narkotika memang berhak menjalani rehabilitasi medis maupun sosial. Namun, penetapannya harus berdasarkan hasil asesmen dari tim gabungan yang terdiri dari unsur BNN, kepolisian, dan kejaksaan.
Artinya, tanpa proses tersebut, pemindahan seseorang ke tempat rehabilitasi bisa dikategorikan sebagai pelanggaran prosedur hukum. Lebih jauh, jika benar ada pembayaran dengan nominal tertentu, hal itu berpotensi mengarah pada penyalahgunaan wewenang hingga dugaan pemerasan.
Dikonfirmasi terkait dugaan transaksi uang tebusan, Kanit Reskrim Polsek Tigaraksa Ipda Ahmad Dasuki menegaskan pihaknya tidak mengetahui adanya praktik seperti itu.
“Bener nggak itu ada tebusan? Terima kasih infonya. Soalnya juga nggak ada apa-apa. Boro-boro ada tebusan. Terima kasih ya atas informasinya,”ujar Ipda Ahmad Dasuki melalui pesan WhatsApp kepada wartawan SuaraGempur.com.
Pernyataan itu menunjukkan pihak kepolisian membantah keterlibatan mereka dalam dugaan praktik tersebut. Namun, temuan di lapangan tetap menimbulkan tanda tanya soal mekanisme pemindahan empat terduga ke tempat rehabilitasi yang tak disertai dokumen asesmen resmi.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Yayasan Mentari Pagi belum memberikan tanggapan resmi terkait dugaan tebusan Rp13 juta tersebut. Namun, sejumlah sumber internal menyebut adanya pola kerja sama “tak tertulis” antara oknum aparat dan pihak yayasan dalam menangani kasus penyalahgunaan narkoba.
Skema itu diduga menjadikan proses rehabilitasi sebagai lahan bisnis baru, dengan dalih “pemulihan”, padahal di baliknya ada praktik transaksional.
Mencuatnya dugaan praktik tebusan di lingkup aparat Polsek Tigaraksa ini menimbulkan keresahan di masyarakat. Banyak pihak mendesak agar Kapolresta Tangerang segera memerintahkan Propam untuk memeriksa jajaran yang diduga terlibat. Selain itu, Polda Banten diminta turun langsung mengusut tuntas kasus ini guna memastikan tidak ada penyimpangan dalam penegakan hukum.
Langkah tegas dari pimpinan kepolisian di tingkat daerah dinilai penting agar praktik serupa tidak kembali terjadi di wilayah hukum Kabupaten Tangerang.
Jika dugaan ini benar, praktik semacam itu bukan hanya menyalahi hukum, tetapi juga menggerus kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum dan lembaga rehabilitasi yang seharusnya menjadi tempat pemulihan, bukan ruang tawar-menawar.
Redaksi : SUARAGEMPUR