SDN Renged 3 Dikecam, Abaikan Imbauan Gubernur, Wali Murid Menjerit Beban Biaya Perpisahan

SUARAGEMPUR.COM | Kabupaten Tangerang – Di tengah derasnya imbauan Pemerintah Provinsi Banten yang secara eksplisit melarang kegiatan wisuda dan study tour. Namun, di lingkungan sekolah dasar, SDN Renged 3, Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang, justru menunjukkan sikap seolah kebal aturan. Kegiatan perpisahan tetap dijalankan, mengundang gelombang keberatan dari para wali murid yang merasa dipaksa menanggung beban biaya tanpa musyawarah yang sah dan terbuka. Sabtu (10/05/2025)

Salah satu wali murid, sebut saja H, mengungkapkan bahwa dirinya diminta membayar Rp 120.000 untuk anaknya yang duduk di kelas 2 dan Rp 450.000 untuk anak kelas 6. Ironisnya, kewajiban pembayaran tetap diberlakukan meski anak tidak mengikuti acara. “Kalau tidak bayar, takut ijazah ditahan. Dulu ada tetangga yang tidak bayar wisuda, akhirnya ijazahnya ditahan,” ujar H dengan nada getir.

Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan. Ketakutan terhadap konsekuensi administratif membuat banyak wali murid akhirnya ‘patuh’ bukan karena sepakat, melainkan karena terpaksa. Beberapa bahkan sampai meminjam uang demi memenuhi pungutan yang tidak resmi ini.

Wali murid lainnya, T, menyampaikan keberatan serupa. Ia mengaku tidak pernah diundang rapat ataupun diberi ruang berdiskusi. “Kami hanya tahu dari anak-anak yang dimintai uang Rp 450.000 untuk acara wisuda. Di daerah lain saja dilarang, kenapa di sini tetap dipaksakan? Bagi kami yang penghasilannya pas-pasan, jumlah segitu sangat memberatkan,” jelasnya tajam.

Senada dengan itu, N—wali murid yang sedang dalam kondisi ekonomi sulit—mengaku merasa terdzalimi. “Kami hanya ingin anak kami belajar dengan baik. Bukan dibebani acara yang tidak perlu, apalagi bertentangan dengan aturan pemerintah,” ujarnya singkat namun sarat makna.

Pihak sekolah berdalih bahwa kegiatan perpisahan ini telah disepakati bersama melalui musyawarah antara sekolah, komite, dan wali murid. Namun, pernyataan itu justru menambah keganjilan: jika benar ada musyawarah, mengapa banyak wali murid justru mengaku tidak pernah diundang?

Tak pelak, langkah sekolah ini dianggap sebagai bentuk pembangkangan terhadap pernyataan tegas Wakil Gubernur Banten, Dimyati, yang menyerukan larangan segala bentuk kegiatan seremonial di sekolah dasar yang berujung pungutan. Bahkan, sejumlah pihak menilai tindakan ini sebagai bentuk ‘perlawanan’ terhadap arah kebijakan publik yang berpihak pada rakyat kecil.

Menanggapi kisruh ini, Fras Aktivis Banten dan juga DPD KNPI Provinsi Banten angkat bicara. “Ini jelas bentuk pembiaran yang tidak bisa ditoleransi. Saya minta Kepala SDN Renged 3 dicopot dari jabatannya. Sekolah bukan tempat komersialisasi momen perpisahan!” tegasnya.

Kasus di SDN Renged 3 kini menjadi cerminan betapa masih banyak institusi pendidikan yang abai terhadap realitas sosial wali murid. Jika imbauan resmi saja bisa disepelekan, maka wajar jika publik mempertanyakan integritas dan keberpihakan pihak sekolah.

Para wali murid berharap pemerintah daerah dan Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang turun tangan secara tegas. Bukan hanya mengusut kasus ini, tetapi juga memastikan praktik serupa tidak kembali terjadi — agar sekolah kembali menjadi tempat belajar, bukan beban tambahan bagi rakyat kecil.

(Tim_Red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dilarang Copy Paste