SUARAGEMPUR.COM | TANGERANG – Aroma penyimpangan kembali mencuat dari dapur birokrasi Pemerintah Kecamatan Jayanti, Kabupaten Tangerang. Sorotan kali ini tertuju pada alokasi anggaran jasa tenaga kebersihan dan keamanan yang tercantum dalam dokumen APBD Kabupaten Tangerang tahun anggaran 2023–2025. Namun, berdasarkan temuan di lapangan, realisasi anggaran tersebut justru menimbulkan tanda tanya besar: ke mana sebenarnya dana ratusan juta rupiah itu mengalir? Kamis (21/8/2025).
Saat dikonfirmasi, Staf Seksi Umum Kecamatan Jayanti, Oday, mengungkapkan bahwa jumlah tenaga kebersihan dan keamanan masing-masing berjumlah lima orang, dengan besaran gaji Rp.2 juta per bulan. Setelah potongan pajak sebesar Rp.100 ribu, gaji bersih yang diterima para pegawai lapangan hanya Rp.1,9 juta per bulan.
Pernyataan tersebut diperkuat oleh salah satu tenaga kebersihan yang enggan disebutkan namanya. Ia membenarkan bahwa sejak tahun 2023, jumlah tenaga kebersihan tetap lima orang, terdiri dari dua laki-laki dan tiga perempuan, dengan nominal gaji bersih yang sama. Ia juga menyebutkan bahwa pengawas kebersihan bernama Ibu Ade berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), sehingga menerima gaji berbeda yang bersumber dari anggaran belanja pegawai.
Namun, berbeda dari itu, Sekretaris Camat Jayanti, H. M. Ridwan Firdaus, saat dimintai tanggapan mengaku belum mengetahui secara rinci persoalan ini. Ia beralasan bahwa dirinya baru menjabat selama tiga minggu terakhir.
Berdasarkan penelusuran tim Suaragempur melalui dokumen Rencana Umum Pengadaan (RUP) APBD Kabupaten Tangerang, ditemukan rincian anggaran sebagai berikut:
Tahun 2023:
•Belanja jasa tenaga kebersihan: Rp.168 juta + Rp.246 juta = Rp.414 juta
•Belanja jasa tenaga keamanan: Rp.240 juta
Tahun 2024:
•Belanja jasa tenaga kebersihan: Rp.414 juta
•Belanja jasa tenaga keamanan: Rp.240 juta
Tahun 2025:
•Belanja tenaga keamanan: Rp.240 juta untuk 10 orang
•Belanja cleaning service kantor: Rp.168 juta
•Belanja tenaga pesapon: Rp.168 juta
•Belanja pengawas kebersihan: Rp.30 juta
•Belanja kebersihan stadion mini: Rp.48 juta
Sementara berdasarkan pengakuan para pegawai, total personel hanya 10 orang, yakni 5 tenaga kebersihan dan 5 tenaga keamanan. Dengan gaji bersih Rp.1,9 juta per bulan, total pengeluaran riil per tahun hanya sekitar:
•Kebersihan: 5 orang × Rp.1,9 juta × 12 bulan = Rp.114 juta
•Keamanan: 5 orang × Rp.1,9 juta × 12 bulan = Rp.114 juta
Artinya, terjadi selisih anggaran lebih dari Rp.426 juta hanya dalam satu tahun anggaran, jumlah yang tidak dapat dipandang sebelah mata.
Yang semakin menambah kejanggalan, dalam dokumen tahun 2025 ditemukan alokasi sebesar Rp.30 juta untuk “pengawas kebersihan”, padahal pengawas tersebut, dalam hal ini Ibu Ade sudah berstatus PNS. Sebagai ASN, gaji dan tunjangannya seharusnya bersumber dari belanja pegawai, bukan dari pos belanja swakelola.
Fenomena ini mengindikasikan adanya praktik double budgeting atau penganggaran ganda, yang dalam praktiknya dapat membuka celah penyalahgunaan wewenang dan manipulasi pos anggaran.
Asep Supriyatna, Ketua Kabupaten Front Banten Bersatu (FBB), turut angkat bicara. Ia menegaskan bahwa “selisih anggaran ratusan juta yang tak jelas realisasinya, apalagi dalam skema swakelola, adalah bentuk nyata dari pengelolaan keuangan daerah yang patut diduga sarat penyimpangan.” Ia meminta aparat penegak hukum turun tangan menyelidiki kasus ini secara tuntas.
Sebagai informasi, skema anggaran ini menggunakan mekanisme swakelola, di mana kegiatan dilaksanakan sendiri oleh instansi pemerintah, dalam hal ini kecamatan, tanpa melibatkan pihak ketiga. Dengan kata lain, tanggung jawab penuh atas pengelolaan, pencairan, dan pelaporan anggaran berada langsung di tangan pihak kecamatan.
Hal ini justru menjadi sorotan utama, karena alokasi dana yang besar dan dikelola secara internal berpotensi menimbulkan konflik kepentingan apabila tidak diawasi secara ketat dan transparan.
Mengacu pada UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, setiap penyalahgunaan kewenangan yang menimbulkan kerugian negara termasuk dalam kategori tindak pidana korupsi. Selain itu, Permendagri No. 77 Tahun 2020 menegaskan bahwa setiap penggunaan anggaran wajib transparan, akuntabel, dan tidak boleh tumpang tindih antarpos anggaran.
Sayangnya, hingga berita ini diterbitkan, Camat Jayanti, H. Yandri Permana, S.STP, belum dapat memberikan keterangan resmi karena sedang mengikuti rapat internal. Tim Suaragempur masih menunggu klarifikasi lanjutan dari pihak kecamatan terkait:
Selisih anggaran ratusan juta rupiah. Pos “pengawas kebersihan” PNS senilai Rp.30 juta, realisasi pembayaran tenaga kebersihan dan keamanan. Skandal ini bukan sekadar angka. Ini soal tanggung jawab, integritas, dan hak masyarakat untuk tahu ke mana uang rakyat dibelanjakan.
(Tim Redaksi | Suaragempur.com)