Kabupaten Tangerang | suaragempur.com – Dugaan aksi perampasan kendaraan oleh debt collector kembali mencuri perhatian publik, kali ini menimpa seorang anak anggota TNI di kawasan Bumi Indah Permai, Pasar Kemis, Tangerang. Insiden ini menyeret nama perusahaan leasing PT Alfito Anugrah Jaya, yang diduga menjadi aktor utama di balik kejadian tersebut. Rabu 18/12/2024
Berdasarkan keterangan saksi, korban dihentikan secara paksa oleh seorang debt collector bernama Can bersama beberapa rekannya. Mereka mengambil sepeda motor PCX milik korban dengan dalih menunggak cicilan. Mirisnya, bukti serah terima kendaraan (BASTK) yang diberikan tidak mencantumkan kop surat resmi, menimbulkan dugaan kuat bahwa dokumen tersebut adalah palsu.
Tindakan ini patut dicurigai melanggar Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang mewajibkan proses penarikan barang jaminan dilakukan melalui mekanisme hukum, termasuk putusan pengadilan. Penarikan secara sepihak tanpa surat resmi jelas masuk ranah pidana.
Sebagai anak anggota TNI, korban langsung melaporkan insiden ini ke pihak berwenang. Ayah korban, seorang anggota TNI aktif, dengan tegas meminta agar kasus ini diproses sesuai hukum yang berlaku di Indonesia. “Tidak ada ruang untuk perilaku intimidasi yang melanggar hukum seperti ini,” tegasnya.
Warga sekitar juga mengecam keras aksi debt collector yang semakin meresahkan. “Mereka ini seperti kebal hukum. Padahal aturan sudah jelas, tetapi masih ada saja yang bertindak di luar hukum,” ujar salah satu warga yang menyaksikan kejadian tersebut.
Hingga berita ini diterbitkan, PT Alfito Anugrah Jaya belum memberikan klarifikasi resmi. Aparat penegak hukum, termasuk kepolisian dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), diminta segera turun tangan menyelidiki dugaan tindak pidana ini. Lemahnya pengawasan terhadap tindakan debt collector hanya memperburuk kondisi, menimbulkan kesan bahwa hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas.
Kasus ini mencerminkan fenomena berulang di mana debt collector bertindak sewenang-wenang dengan dalih “menagih utang”. Padahal, menurut hukum, perampasan di jalan dengan unsur intimidasi dapat dijerat pasal pidana, seperti Pasal 368 KUHP tentang pemerasan atau Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan.
Masyarakat berharap kasus ini menjadi momentum untuk memperbaiki tata kelola penarikan kendaraan agar sesuai dengan hukum yang berlaku. Tidak hanya itu, tindakan tegas terhadap pihak yang melanggar menjadi sinyal bahwa keadilan tidak boleh dikompromikan. Ayah korban menambahkan, “Biarkan hukum berbicara, dan proseslah semua yang terlibat sesuai aturan.”
Kasus ini jelas menjadi ujian bagi aparat hukum dan OJK untuk menunjukkan keberpihakan pada masyarakat, bukan pada pelanggar hukum.
(Oim)
Post Comment