Potret Buram SDN Renged 3: Bayar Wisuda atau Anakmu Dibully? Ironi Pendidikan di Sekolah Negeri Tangerang

SUARAGEMPUR.COM, TANGERANG – Kontroversi pungutan untuk kegiatan wisuda di SDN Renged 3, Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang, kini memasuki fase yang lebih mengkhawatirkan. Seorang siswa kelas akhir dilaporkan menjadi korban perundungan setelah orang tuanya secara terbuka memprotes membayar iuran ratusan ribu rupiah untuk seremoni perpisahan tersebut.

H, salah satu wali murid, mengaku anaknya mulai dikucilkan dan menjadi sasaran ejekan oleh teman-temannya sejak ia menyuarakan protes terhadap pungutan yang dinilainya tidak adil dan membebani.

“Anak saya dikucilkan dan jadi bahan ejekan di sekolah. Ini jelas buntut dari sikap saya yang memprotes pungutan wisuda,” ungkap H kepada Suaragempur.com, Kamis (15/5/2025).

H menuturkan, kondisi psikologis anaknya kini semakin memburuk. Ia enggan bersekolah dan merasa malu berinteraksi dengan teman-temannya.

“Apakah seperti ini wajah pendidikan kita? Ketika orang tua bersikap kritis, justru anak yang dihukum secara sosial. Ini tidak bisa dibiarkan,” tegasnya.

Mirisnya, perundungan terhadap anak tersebut tidak hanya datang dari sesama siswa. H juga menyebut bahwa sejumlah wali murid yang mendukung kegiatan wisuda turut menyudutkan dan bahkan mengejek anaknya, memperparah tekanan mental yang dialami.

Fenomena ini menunjukkan adanya pembiaran terhadap kekerasan psikologis di lingkungan sekolah dasar. Minimnya kesadaran orang tua serta lemahnya kontrol internal sekolah menambah kerentanan siswa terhadap intimidasi sosial.

Lebih jauh, kasus ini mencerminkan kegagalan pihak sekolah dalam mengelola konflik sosial yang muncul akibat kebijakan internal. Ketiadaan mediasi, perlindungan terhadap siswa, maupun langkah preventif untuk meredam eskalasi menjadi cermin kelalaian yang bersifat sistemik.

Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang pun dinilai abai dalam menjalankan fungsi pengawasan dan perlindungan terhadap peserta didik, khususnya dalam memastikan lingkungan belajar yang aman, sehat, dan bebas dari kekerasan. Institusi ini seharusnya bertanggung jawab penuh atas apa yang dialami oleh anak tersebut, karena insiden ini merupakan akibat langsung dari lemahnya pengawasan dan pembiaran terhadap praktik-praktik yang melanggar asas keadilan di sekolah.

“Ini bukan sekadar konflik antarwali murid. Ini adalah bentuk kekerasan sistemik—ketika anak harus menanggung konsekuensi dari keputusan orang tuanya. Negara dan institusi pendidikan semestinya hadir untuk melindungi, bukan membiarkan anak menjadi korban,” tambah H.

Hingga berita ini diturunkan, pihak SDN Renged 3 maupun Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang belum memberikan pernyataan resmi terkait insiden ini.

Peristiwa ini memperlihatkan potret buram pendidikan dasar: maraknya pungutan liar, lemahnya perlindungan terhadap siswa, dan minimnya tanggung jawab institusional masih menjadi persoalan akut. Sudah saatnya Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang melakukan evaluasi menyeluruh terhadap praktik menyimpang di lingkungan sekolah serta mengambil tindakan tegas terhadap semua pihak yang terlibat. Jika tidak, kasus serupa hanya tinggal menunggu waktu untuk terulang kembali.

Red. Suaragempur.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Copy