Dugaan Intimidasi terhadap Keluarga Karyawan Korban PHK Sepihak PT Gunung Mulia Steel

SUARAGEMPUR.COM| SERANG, BANTEN– Kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang diduga dilakukan secara sepihak dan tidak sesuai prosedur oleh PT Gunung Mulia Steel (GMS), yang berlokasi di Desa Citereup, Kecamatan Ciruas, Kabupaten Serang, Banten, kini memasuki babak baru. Muncul dugaan adanya tindakan intimidasi terhadap keluarga karyawan yang menjadi korban PHK, Sabtu (13/12/2025).

Karyawan tersebut adalah Bagas Rahmat, anggota serikat pekerja mandiri di PT GMS. Bagas diberhentikan dari pekerjaannya setelah sempat mangkir selama beberapa hari. Namun, alih-alih melalui tahapan pembinaan yang sesuai aturan, pihak manajemen langsung memberikan Surat Peringatan (SP) 3 dan secara bersamaan menyodorkan surat pengunduran diri.

“Saya merasa dipaksa mengundurkan diri. Padahal, yang terjadi sebenarnya adalah PHK sepihak dan tidak sesuai dengan aturan ketenagakerjaan,” ujar Bagas.

Bagas mengaku sempat mengadukan persoalan tersebut kepada Ketua Serikat Pekerja di PT GMS, Saifull Bahri. Namun, upaya tersebut tidak membuahkan pembelaan yang memadai, sehingga menimbulkan pertanyaan mengenai peran dan kekuatan serikat pekerja di perusahaan tersebut.

Merasa hak-haknya diabaikan, Bagas Rahmat kemudian menunjuk kantor advokat ER & Partners sebagai kuasa hukum. Salah satu advokat yang menangani perkara ini adalah Moh. Asnawi, S.H.

Pada Kamis, 11 Desember 2025, surat permohonan Perundingan Bipartit dari kuasa hukum Bagas telah diterima oleh manajemen PT GMS. Perundingan tersebut dijadwalkan akan dilaksanakan pada Senin, 15 Desember 2025.

Namun, hanya sehari setelah surat Bipartit diterima, tepatnya pada Jumat, 12 Desember 2025, Bagas melaporkan adanya dugaan tindakan intimidasi. Ia menyampaikan bahwa salah satu pihak manajemen PT GMS bernama Yayan memanggil kepala sekuriti perusahaan.

Instruksi tersebut kemudian diteruskan kepada kakak ipar Bagas yang berinisial “S”, yang bekerja sebagai sekuriti di PT GMS. “S” diminta untuk mendesak Bagas agar mencabut surat kuasa kepada kantor hukum dan menghentikan proses hukum yang sedang berjalan.

“Kakak ipar saya diancam tidak akan diperpanjang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)-nya sebagai sekuriti jika tidak bisa menghentikan perkara ini. Saya merasa sangat tertekan. Ini jelas bentuk intimidasi terhadap keluarga saya,” ungkap Bagas.

PT Gunung Mulia Steel sebelumnya juga kerap menjadi sorotan media massa terkait sejumlah laporan, mulai dari persoalan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) hingga penerapan sanksi yang dinilai memberatkan karyawan. Selain pemotongan gaji, perusahaan juga dilaporkan menerapkan denda harian sebesar Rp100.000 bagi karyawan yang tidak masuk kerja.

Kuasa hukum Bagas Rahmat, Moh. Asnawi, S.H., menyatakan akan menindaklanjuti dugaan intimidasi tersebut secara serius.

“Kami sangat menyesalkan adanya tekanan dan ancaman terhadap keluarga klien kami di tengah proses hukum yang sedang berjalan. Kami meminta manajemen PT GMS menghentikan segala bentuk intimidasi dan menghormati proses hukum sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan. Fokus kami saat ini tetap pada pelaksanaan Perundingan Bipartit yang telah dijadwalkan,” tegasnya.

Kantor hukum ER & Partners menegaskan komitmennya untuk membela hak-hak Bagas Rahmat serta memastikan bahwa proses PHK dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Catatan redaksi: Berita ini disusun berdasarkan informasi awal yang diperoleh dari sumber lapangan.Redaksi tetap membuka ruang hak jawab dan klarifikasi bagi pihak-pihak yang disebutkan dalam pemberitaan ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Redaksi : suaragempur

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

NO COPY