SUARAGEMPUR.COM | Kabupaten Tangerang – Di tengah derasnya kritik publik dan ketegasan Pemerintah Provinsi Banten yang melarang kegiatan study tour ke luar daerah, Kepala Sekolah MTsN 8 Kabupaten Tangerang, H. Bay Makmun, justru bersikukuh melanjutkan agenda keberangkatan siswa ke Yogyakarta. Ia berdalih, rencana perjalanan ini telah disiapkan matang selama tiga bulan lalu dan semua komponen biaya, mulai dari transportasi hingga akomodasi, telah dibayarkan. Jumat (02/05/2025).
Study Tour dengan pungutan sebesar Rp 1.500.000 per siswa untuk 75 siswa kelas akhir, ditambah biaya wisuda dan kegiatan lainnya, seperti Poto izajah, sampul izajah, Poto wisuda, sumbangan buku Perpus, dll sebesar Rp 1.450.000 per siswa, pihak sekolah tetap melaksanakan kegiatan tersebut meski larangan telah tertuang dalam Surat Edaran Nomor 900.1.7.1/6345/Dindikbud/2025 yang ditandatangani langsung oleh Gubernur dan Wakil Gubernur Banten.
“Kebijakan ini datang mendadak, tanpa pertimbangan dan tanpa kajian. Booking mobil dan hotel sudah dibayarkan, sekarang saya tanya, kalau study tour dibatalkan, siapa yang mau tanggung jawab atas uang yang sudah keluar?” tegas Bay Makmun dalam pernyataannya yang sarat nada penolakan terhadap keputusan pemerintah provinsi.
Pernyataan Bay Makmun yang seolah menentang Pemerintah Provinsi Banten dapat memberikan contoh buruk terhadap kepatuhan terhadap Pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan.
Bay Makmun juga menyinggung Wakil Gubernur Banten Achmad Dimyati Natakusumah ketika di tanya soal surat Edaran larangan Study Tour
“Terkait surat edaran, saya hanya denger dari pak Dimyati ajah , Pak Dimyati orang kampung tapi kok nggak ngampung , harusnya mengerti di kampung seperti apa, “ Kata Bay
Tak hanya itu, Kepsek Bay juga menekankan bahwa kegiatan ini bukan sekadar pelesiran, melainkan juga sarat nilai edukatif dan spiritual. “Ada unsur penelitian, bahkan kami akan praktik salat berjamaah bersama siswa. Ini bagian dari pembinaan karakter,” ucapnya, mencoba menggambarkan kegiatan ini sebagai sarana pembentukan nilai keislaman siswa.
Namun di balik argumen tersebut, muncul pertanyaan kritis: jika kegiatan sudah direncanakan sejak lama, mengapa baru sekarang pihak sekolah berniat berkonsultasi dengan Kementerian Agama (Kemenag)?
“Saya memang belum koordinasi resmi. Kemenag sudah menegur, dan insyaallah Senin saya akan menghadap,” tandasnya singkat. Padahal, jika kegiatan ini benar-benar dianggap penting dan strategis, koordinasi sejak awal semestinya menjadi kewajiban.
Selain itu Bay Makmun juga mengaku mengetahui adanya sekolah lain yang mencoba “menyiasati” larangan tersebut dengan mengubah nama kegiatan. “Ada yang pakai istilah ‘reuni’, tapi substansinya tetap sama: study tour,” ungkapnya tanpa menyebut nama sekolah.
Kritik juga ia lontarkan terhadap kondisi destinasi wisata religi dalam wilayah Banten sendiri. “Ziarah di Banten tidak representatif. Masih banyak lokasi yang jorok. Ada yang pakai sandal masuk ke area makam—itu najis,” ujarnya dengan nada kecewa, seolah mengisyaratkan bahwa pelarangan ini justru mendorong siswa ke destinasi yang kurang layak secara spiritual.
Sementara itu, H. Ade Baijuri Kepala Kemenag Kabupaten Tangerang, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp menyatakan telah menugaskan jajarannya untuk memanggil Kepala MTSN 8. “Sudah saya tugaskan Pak Kasubbag, besok panggil kepala MTSN 8,” tulisnya singkat.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari Gubernur Banten maupun Kementerian Agama terkait penolakan Kepala Sekolah MTSN 8 Tangerang atas kebijakan larangan study tour tersebut.
Redaksi : suaragempur.com