SUARAGEMPUR.COM | Tangerang – Praktik pinjaman uang dengan bunga tinggi dan jaminan dokumen legalitas pribadi secara fisik kembali meresahkan masyarakat. Kali ini, dugaan praktik ilegal itu terjadi di Soala Gogo Tante Jesica, sebuah lembaga pemberi pinjaman yang beroperasi di Desa Pasanggrahan, Kecamatan Solear, Kabupaten Tangerang.
Tempat ini ditengarai menjalankan praktik seperti rentenir berkedok koperasi, yang mengharuskan para peminjam menyerahkan identitas asli sebagai jaminan, bahkan sampai ke sertifikat rumah/tanah, akta kelahiran, buku nikah, KTP, KK, ijazah, hingga dokumen milik orang tua nasabah.
Salah satu korban, Rosdiana Dewi, menyampaikan kepada awak media bahwa ia awalnya tergiur dengan janji pinjaman berbunga ringan dan cicilan yang bisa diangsur. Namun kenyataan yang dihadapi sangat berbeda.
“Awalnya saya pinjam Rp10 juta dengan cicilan 10 bulan, Rp2,1 juta per bulan. Sudah saya cicil 7 kali, totalnya Rp14,7 juta. Tapi karena saya sudah tidak bekerja, jadi sempat macet. Saat saya ajukan ulang, semua berkas asli saya diserahkan ke kantor. Kini, mereka minta saya bayar hingga Rp70 juta. Ini sangat membebani,” tutur Rosdiana Dewi dalam wawancara, Sabtu (14/6/2025) pagi.
Tak hanya itu, Rosdiana juga menyebut dirinya pernah mengajukan pinjaman mingguan sebesar Rp2,4 juta, dengan kewajiban membayar Rp480 ribu per minggu selama 10 minggu. Meski pinjaman terlihat kecil, mekanisme pembayaran yang ketat dan denda keterlambatan menjadikan beban utang bertambah.
Kuasa hukum Rosdiana, Taslim Hirawan, menegaskan bahwa penahanan dokumen legal milik warga tanpa dasar hukum yang sah merupakan tindakan yang tidak dibenarkan secara aturan perundang-undangan di Indonesia.
“Klien kami hanya ingin semua berkas milik pribadinya—termasuk KTP, KK, sertifikat rumah milik orang tuanya, akta lahir, ijazah, dan lainnya—dikembalikan. Kami sudah beberapa kali mendatangi kantor Soala Gogo, namun tidak pernah bertemu pihak yang bertanggung jawab. Kami menduga kuat ini praktik rentenir tanpa izin atau ilegal yang dilarang keras di Indonesia,” ujar Taslim.
Taslim menambahkan, pihaknya kini tengah berkonsultasi dengan aparat kepolisian. Jika ada unsur pidana dalam kasus ini, ia memastikan akan membawa kasus tersebut ke ranah hukum.
“Kami akan tempuh jalur hukum, termasuk laporan ke polisi dan gugatan perdata, agar semua hak klien kami bisa kembali tanpa syarat tambahan yang tidak masuk akal,” tambahnya.
Saat dikonfirmasi, awak media yang mendatangi kantor Soala Gogo di Desa Pasanggrahan, diterima oleh seorang perempuan staf yang sedang sibuk mengoperasikan komputer. Ia mengakui bahwa pihaknya memang mewajibkan peminjam membawa dokumen asli, termasuk sertifikat rumah atas nama sendiri.
“Kalau mau pinjam uang, wajib bawa identitas asli semua. Sertifikat rumah atau tanah harus atas nama sendiri. Kalau pinjam Rp5 juta, yang diterima Rp4,5 juta karena dipotong Rp500 ribu untuk administrasi. Pembayaran per bulan Rp1,6 juta,” ungkapnya kepada media.
Fenomena semacam ini mengingatkan publik pada kasus penganiayaan seorang ustaz di Baros, Serang, Banten, tahun lalu, yang diduga dilakukan oleh oknum dari koperasi simpan pinjam ilegal. Insiden itu memicu kemarahan masyarakat hingga terjadi sweeping oleh ormas ke sejumlah kantor kosipa di wilayah tersebut.
Merespons keresahan warga, Kapolda Banten saat itu, Irjen Abdul Karim, langsung menindak tegas koperasi ilegal yang tidak memiliki izin resmi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ia menginstruksikan agar semua kegiatan simpan pinjam tanpa legalitas dihentikan, dan masyarakat diminta lebih waspada terhadap praktik pinjaman berbunga tinggi yang menjebak.
Kasus yang dialami Rosdiana Dewi menjadi alarm keras bagi aparat penegak hukum dan pemerintah daerah untuk menindak tegas segala bentuk praktik simpan pinjam yang tidak berizin dan merugikan masyarakat kecil. Dalam negara hukum, tidak boleh ada institusi yang menahan hak milik pribadi warga atas dasar utang yang belum diselesaikan, apalagi disertai bunga yang mencekik dan ancaman kehilangan aset penting.(Red)