Kabupaten Tangerang | suaragempur.com – Kecamatan Balaraja kembali tersandung kontroversi. Dugaan kuat praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) mencuat dalam pengelolaan proyek infrastruktur, menambah daftar panjang persoalan tata kelola yang mencederai kepercayaan publik. Kali ini, sorotan tajam mengarah pada proyek pembangunan paving block di Kampung Kepuh, Desa Saga. Dengan nilai anggaran sebesar Rp 150 juta dari APBD Tahun Anggaran 2024, proyek ini justru dinilai minim pengawasan, berkualitas rendah, dan sarat kejanggalan. Rabu, 11/12/2024
Proyek tersebut dikerjakan oleh CV. Hamka Indo Contractors, kontraktor yang beralamat di Villa Taman Bandara, Kosambi. Namun, publik mempertanyakan keputusan pemerintah kecamatan yang dianggap abai memberdayakan kontraktor lokal. Seorang pengamat anggaran daerah meminta namanya dirahasiakan mengungkapkan kekecewaannya: “Mengapa tidak melibatkan kontraktor lokal dari Balaraja? Pajak dari proyek ini justru mengalir ke Tangerang Kota. Warga Balaraja tidak merasakan manfaat langsung dari proyek ini, hanya beban dan kekecewaan.” katanya.
Tak hanya itu, pelanggaran terhadap standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3) menambah parah kondisi. Berdasarkan Rencana Anggaran Biaya (RAB), alokasi anggaran untuk K3 seharusnya mencapai 1,5% hingga 2,5% dari total biaya. Namun, kenyataan di lapangan berbicara lain. Aktivis sosial Daenk, menyoroti potensi kerugian negara yang diakibatkan oleh kelalaian ini: “Proyek infrastruktur di Kecamatan Balaraja tahun ini begitu banyak. Jika semua mengabaikan anggaran standar K3, berapa besar uang rakyat yang disia-siakan?”
Kualitas material proyek juga tak luput dari kritik. terutama pada penggunaan paving block yang diduga terbuat dari material grade C, yang jelas tidak memenuhi standar teknis. Selain itu, proses pengerjaan juga dinilai bermasalah, dengan pemadatan yang tidak dilakukan secara optimal dan hamparan basecourse yang tampak tidak merata. Ketidaksesuaian ini, merupakan bukti lemahnya pengawasan oleh pihak kecamatan.
Seorang warga setempat, yang menyaksikan proyek ini setiap hari, juga memberikan komentarnya. “Kalau saya lihat, tidak ada pemadatan, Pak. Saya warga sini, setiap hari melihat pengerjaannya,” kata warga yang enggan disebutkan namanya.
Camat Balaraja, Willy Patria, SE., M.Si., dan Kasi Pembangunan, Firdaus, hingga kini memilih bungkam meskipun telah dihubungi melalui pesan WhatsApp. Keduanya tidak memberikan jawaban atas pertanyaan wartawan terkait dugaan penyimpangan dalam proyek tersebut. Sikap bungkam ini, alih-alih meredam isu, justru semakin memperkuat dugaan adanya praktik-praktik melanggar hukum dalam pengelolaan proyek.
Kelompok kontrol sosial dan media lokal pun angkat bicara. Mereka merasa laporan dan masukan mereka diabaikan oleh pemerintah kecamatan. “Transparansi di Kecamatan Balaraja seolah hanya isapan jempol. Pemerintah terkesan tidak peduli pada laporan masyarakat,” tegas Daenk, seorang aktivis sosial yang sering menyuarakan isu ini.
Kecamatan Balaraja kini berada di bawah sorotan tajam. Desakan agar pemerintah bertindak cepat untuk menyelesaikan dugaan KKN ini semakin keras disuarakan. Apabila tidak segera ada langkah tegas, dampaknya tidak hanya pada rusaknya infrastruktur, tetapi juga pada hancurnya kepercayaan masyarakat.
(Oim)