Langgar Larangan Pemerintah Daerah, SMPN 4 Cikupa Gelar Perpisahan Berbayar Rp800 Ribu

SUARAGEMPUR.COM TANGERANG – SMP Negeri 4 Cikupa, Kabupaten Tangerang, memicu kontroversi setelah tetap nekat menggelar acara perpisahan siswa kelas IX dengan pungutan sebesar Rp800 ribu per siswa. Padahal, Pemerintah Provinsi Banten sudah secara tegas mengeluarkan larangan terkait kegiatan wisuda atau perpisahan yang membebani orang tua, Rabu(4/06/2025).

Kepala Sekolah SMPN 4 Cikupa, Iis Komaraningsih, membenarkan adanya pungutan tersebut. Ia mengklaim dana tersebut digunakan untuk keperluan acara seperti medali kelulusan, video drone, album kenangan, dan kaus angkatan.

“Ini permintaan dari siswa. Bukan keinginan sekolah,” ujar Iis saat dikonfirmasi Suaragempur.com. Ia juga mengaku telah dipanggil oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang untuk memberikan klarifikasi.

Dari total 286 siswa, Iis menyebut tidak semuanya dikenai biaya penuh. Ia beralasan terjadi miskomunikasi antara panitia dan orang tua murid. Bagi orang tua siswa yang sudah melakukan pembayaran senilai 800 ribu sekolah berencana akan mengembalikannya saat pembagian raport , namun Sekolah juga mengaku siap mempercepat pengembalian tersebut jika harus di percepat.

Namun, peristiwa ini menimbulkan pertanyaan besar soal ketegasan dan peran pengawasan dari Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang. Meski kepala sekolah sudah jelas-jelas melanggar larangan dari Gubernur dan Wakil Gubernur Banten, tidak ada sanksi tegas yang dijatuhkan. Dinas hanya sebatas “memanggil” tanpa tindak lanjut konkret, seolah tak berdaya menegakkan aturan yang sudah disosialisasikan ke seluruh satuan pendidikan.

Minimnya pengawasan dan lemahnya penegakan aturan ini justru memberi sinyal buruk bagi sekolah-sekolah lain, seolah membiarkan pelanggaran dilakukan tanpa konsekuensi. Hal ini pun bertolak belakang dengan program sekolah gratis yang selama ini digaungkan oleh Bupati Tangerang.

“Sebenarnya orang tua harusnya berterima kasih kepada guru yang sudah mendidik anak-anaknya sampai lulus,” tambah Iis.

Pernyataan itu justru dinilai banyak pihak sebagai bentuk pengalihan isu dari praktik pungutan terselubung yang membebani wali murid, di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.

Kasus ini menambah daftar panjang sekolah negeri yang mengabaikan instruksi pemerintah soal larangan kegiatan seremonial berbayar. Banyak pihak menilai, jika Dinas Pendidikan terus bersikap lunak dan kompromistis, maka larangan ini hanya akan menjadi formalitas di atas kertas  tanpa wibawa, tanpa efek jera.

Red.LAMBOK LAMBERTUS SIJABAT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Copy