SUARAGEMPUR.COM | Kabupaten Tangerang – Anggaran fantastis senilai Rp 28,1 miliar yang tercantum dalam Rencana Umum Pengadaan (RUP) Dinas Perhubungan Kabupaten Tangerang tahun anggaran 2025 menuai sorotan tajam. Dana sebesar itu dialokasikan untuk membayar tagihan listrik Penerangan Jalan Umum (PJU) dengan total konsumsi tercatat sebanyak 1.380.000 kWh per tahun. Selasa (01/7/2025).
Namun, dari penelusuran dan kalkulasi sederhana terhadap angka tersebut, muncul indikasi adanya dugaan penyimpangan serius. Jika dibagi secara matematis, maka nilai satuan per kilowatt-jam (kWh) listrik mencapai Rp 20.387,99. Padahal, tarif listrik non-subsidi untuk kategori PJU nasional saat ini berkisar antara Rp 1.500 hingga Rp 2.000/kWh. Bahkan jika menggunakan tarif maksimal sekalipun, yakni Rp 1.552/kWh, maka total biaya listrik hanya berkisar Rp 2,14 miliar. Artinya, terdapat selisih yang mencolok hingga hampir Rp 26 miliar—atau sekitar 13 kali lipat dari kebutuhan realistis.
Selisih besar ini memunculkan dugaan kuat adanya penggelembungan anggaran (mark-up) atau penyusunan nilai RUP yang tidak didasarkan pada kebutuhan aktual. Kejanggalan kian terang-benderang ketika melihat fakta di lapangan: banyak lampu PJU yang mati dan belum mendapat perbaikan. Maka timbul pertanyaan publik, bagaimana mungkin tagihan listrik sedemikian besar jika banyak lampu justru tidak menyala?
Ketika dikonfirmasi, pada Senin 30 Juni 2025 Sekretaris Dinas Perhubungan Kabupaten Tangerang menyampaikan pernyataan yang justru menimbulkan pertanyaan lanjutan.
“Zaman saya dulu waktu di kebersihan itu sampai Rp 48 miliar. Jadi kalau sekarang Rp 28 miliar ya wajar. Sekarang sudah pakai KWH, dulu masih pakai sistem ‘klet’. Listrik mati pun tetap bayar. Kalau sekarang enak, kalau mati ya gak bayar,” ujarnya kepada media Suara Gempur
Namun ketika disinggung soal banyaknya titik PJU yang mati di sejumlah ruas jalan, sang Sekdis hanya menjawab singkat, “Coba, kita akan cek.” Jawaban ini justru kian memperkuat keraguan publik atas validitas perencanaan dan penggunaan dana publik yang diajukan.
Fakta di lapangan sangat kontras dengan besarnya anggaran yang diajukan. Berdasarkan pantauan awak media, sejumlah ruas jalan utama hingga jalan lingkungan di berbagai kecamatan di Kabupaten Tangerang masih dibiarkan gelap gulita. Lampu-lampu jalan tidak berfungsi, menimbulkan keresahan masyarakat, serta membahayakan keselamatan pengguna jalan di malam hari.
Seorang warga Kabupaten Tangerang yang enggan disebutkan namanya mengeluhkan hal tersebut, “Setiap malam jalanan gelap, padahal ini jalan utama. Sudah lama lampu-lampu ini mati, tapi nggak pernah diperbaiki. Tapi kok anggaran listriknya bisa sampai puluhan miliar? Aneh.”
Lebih jauh, metode pengadaan yang digunakan untuk anggaran ini disebut menggunakan skema pengecualian, yang artinya tidak melalui proses lelang terbuka. Hal ini membuka ruang luas terhadap praktik penyimpangan dan minimnya pengawasan publik.
Penggunaan dana publik dalam jumlah besar seharusnya melalui mekanisme yang transparan, akuntabel, serta dapat dipertanggungjawabkan. Fakta bahwa anggaran sebesar Rp 28 miliar justru luput dari pengawasan terbuka, memunculkan desakan dari berbagai pihak untuk dilakukan audit menyeluruh.
Masyarakat sipil, aktivis antikorupsi, dan berbagai elemen publik mendesak agar anggaran jumbo ini segera diaudit oleh Inspektorat Kabupaten Tangerang, Kejaksaan Negeri (Kejari), Satreskrim Tipikor Polresta Tangerang, hingga lembaga pengawasan nasional seperti BPK dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Ini sangat janggal dan berpotensi menjadi modus penggelembungan. Publik berhak tahu ke mana dan untuk apa saja Rp 28 miliar itu digunakan. Jangan sampai APBD dijadikan bancakan oleh segelintir oknum,” ujar seorang aktivis antikorupsi yang enggan disebutkan namanya.
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Tangerang, Drs. H. Achmad Taufik, M.Si., belum memberikan pernyataan resmi maupun klarifikasi atas polemik yang berkembang. Publik kini menanti respons konkret dari pihak berwenang atas dugaan kejanggalan ini.
Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, transparansi bukan sekadar jargon administratif, melainkan kewajiban moral dan hukum. Jika tidak ada kejelasan, maka aroma skandal anggaran akan terus membayangi Dishub Kabupaten Tangerang. Dan lebih dari itu, kepercayaan publik yang terus terkikis akan menjadi harga yang tak ternilai.
Penulis : Fachri Huzzer
Editor : S. Eman / Daenk