Pembangunan SPAL di Desa Patrasana Diduga Sarat Rekayasa: Batu Bekas, Anggaran Desa, dan Aroma Korupsi yang Menyengat

SUARAGEMPUR.COM | Kabupaten Tangerang – Di tengah semangat membangun dari desa, ironi justru menyeruak dari jantung Desa Patrasana, Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang. Alih-alih menjadi solusi bagi permasalahan sanitasi warga, proyek pembangunan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) di Kampung Pala Pasir, RT 008/003 justru membuka tabir dugaan rekayasa anggaran, praktik manipulatif, dan aroma korupsi yang menyengat. Kamis (17/04/2025)

Dari pantauan di lapangan, proyek yang didanai dari anggaran desa ini sarat kejanggalan. Batu bekas hasil bongkaran tampak digunakan kembali sebagai material utama, padahal proyek ini seharusnya mengedepankan kualitas dan spesifikasi teknis yang layak. Penggunaan material usang secara terang-terangan bukan hanya mencederai asas efisiensi dan manfaat, tetapi juga menampar logika publik , apakah ini proyek pembangunan atau hanya kamuflase penggelapan?

Lebih mengejutkan lagi, Suhanda selaku Kaur Perencanaan Desa Patrasana yang berada di lokasi proyek pembangunan SPAL justru secara gamblang mengakui penggunaan batu bekas. “Batu yang bekas dibongkar lalu dipasang lagi,” ujarnya tanpa beban. Saat ditanya, ia bahkan mengaku bahwa tindakan tersebut merupakan instruksi langsung dari Kepala Desa, Sobri. Dalih bahwa ini merupakan kegiatan rehabilitasi justru semakin memperdalam jurang kecurigaan.

“Pemasangan batu bekas atau bongkar pasang, ini atas perintah Kepala Desa, Pak.” Tambah Suhanda

Jika benar proyek ini rehabilitasi, pertanyaan krusial muncul: mengapa tidak ada papan informasi proyek? Mengapa rincian kegiatan tidak diumumkan secara transparan kepada publik? Ketiadaan papan proyek bukan hanya pelanggaran etika transparansi, tapi juga indikasi jelas bahwa kegiatan ini ingin dijalankan dalam kegelapan, jauh dari sorotan masyarakat.

Lebih jauh, Suhanda menyebut panjang proyek SPAL mencapai 400 meter. Jika mengacu pada standar biaya konstruksi, maka logis bila anggaran proyek tersebut menyentuh angka ratusan juta rupiah. Maka pertanyaannya: berapa besar nilai anggaran yang benar-benar digunakan untuk pembangunan? Dan berapa besar yang mungkin telah “dialihkan”?

Seorang warga yang menolak disebutkan namanya turut menyampaikan kekesalannya. “Ini mah SPAL hampir semuanya pakai batu bekas.” Ucapnya dengan nada getir. Pernyataan ini bukan sekadar keluhan, tapi sinyal perlawanan dari rakyat yang muak dengan kebijakan tambal sulam berbumbu kemunafikan birokrasi.

Hingga berita ini dirilis, Kepala Desa Patrasana, Sobri, belum memberikan pernyataan atau klarifikasi atas berbagai temuan di lapangan dan pengakuan anak buahnya. Sikap bungkam ini hanya mempertegas dugaan bahwa sesuatu sedang ditutupi, sesuatu yang seharusnya menjadi perhatian serius aparat penegak hukum.

Sudah saatnya inspektorat, kejaksaan, dan kepolisian bergerak. Jangan biarkan desa, yang menjadi pondasi pembangunan nasional, menjadi sarang korupsi kecil-kecilan yang terus dibiarkan membusuk. Dana desa adalah amanah rakyat, bukan celengan untuk para penguasa lokal yang bermain proyek atas nama pembangunan.

(Tim/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Copy