SUARAGEMPUR.COM | BAKAUHENI– Surat pengaturan peliputan media yang dikeluarkan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Cabang Bakauheni menuai sorotan publik. Kebijakan yang mengatur secara ketat aktivitas jurnalistik di kawasan Pelabuhan Bakauheni tersebut dinilai berpotensi bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, jum’at (19/12/2025).
Surat bernomor HM.001/01017/X/ASDP-CUB/2025 tertanggal 12 Desember 2025 itu memuat sejumlah ketentuan, di antaranya kewajiban pengajuan izin peliputan, penggunaan ID Card Visitor bagi wartawan, pembatasan titik lokasi peliputan, hingga penegasan bahwa informasi hanya dapat diperoleh melalui juru bicara resmi ASDP.
ASDP mendasarkan kebijakan tersebut pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 91 Tahun 2021 dan PM 91 Tahun 2023 tentang Zonasi Kawasan Pelabuhan, serta Keputusan Direksi dan Surat Edaran internal ASDP. Kebijakan ini disebut diterapkan untuk menjaga keamanan, ketertiban, dan kelancaran operasional selama Angkutan Natal 2025 dan Tahun Baru 2026.
Namun, kebijakan tersebut menuai kritik dari kalangan pers dan pemerhati hukum. Rustam Effendi, Pimpinan Redaksi sekaligus Praktisi Hukum, menilai bahwa pengaturan internal BUMN tidak boleh menabrak prinsip kemerdekaan pers yang telah dijamin undang-undang.
“Pengaturan teknis kawasan pelabuhan memang dimungkinkan, tetapi tidak boleh berubah menjadi pembatasan terhadap kerja jurnalistik. Jika izin peliputan dijadikan syarat mutlak atau akses informasi hanya dibatasi pada satu pintu, itu berpotensi melanggar UU Pers,” ujar Rustam Effendi kepada wartawan.
Ia menegaskan, Pasal 4 ayat (3) UU Nomor 40 Tahun 1999 secara tegas menyatakan bahwa pers nasional memiliki hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi. Selain itu, Pasal 2 UU Pers menempatkan kemerdekaan pers sebagai bagian dari kedaulatan rakyat dalam sistem demokrasi.
Rustam juga menyoroti pemberlakuan ID Card Visitor bagi wartawan. Menurutnya, wartawan bukanlah tamu biasa, melainkan profesi yang menjalankan fungsi kontrol sosial dan dilindungi undang-undang.
“Penyebutan wartawan sebagai visitor bisa menimbulkan persepsi keliru. Wartawan hadir bukan sebagai tamu, tetapi menjalankan tugas jurnalistik yang dilindungi hukum,” tegasnya.
Lebih lanjut, Rustam mengingatkan bahwa Pasal 18 ayat (1) UU Pers mengatur sanksi pidana bagi pihak yang secara melawan hukum menghambat atau menghalangi pelaksanaan kemerdekaan pers.
Meski demikian, ia menilai pengaturan zona peliputan berbasis keselamatan dan keamanan operasional masih dapat diterima, sepanjang diterapkan secara proporsional, transparan, dan tidak diskriminatif terhadap media.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Cabang Bakauheni belum memberikan tanggapan resmi terkait sorotan dan kritik tersebut. Sejumlah pihak mendorong adanya dialog terbuka antara ASDP dan insan pers guna menjaga keseimbangan antara keamanan pelabuhan dan kemerdekaan pers.
Redaksi : Suaragempur
