Kabupaten Tangerang | Suaragempur.com – Dalam senyap yang penuh tanda tanya, Kecamatan Balaraja tampak enggan menjawab badai kritik terkait pelanggaran regulasi Kesehatan, Keselamatan, dan Keamanan Kerja (K3) pada proyek PL (Penunjukan Langsung). Camat Balaraja dan Kepala Seksi Pelayanan terlihat memilih diam, memunculkan kecurigaan publik bahwa ada sesuatu yang sengaja disembunyikan. Proyek PL Kecamatan kini menjadi cermin suram dari lemahnya pengawasan dan potret kelalaian yang mencolok dalam menjalankan aturan.Jumat 20/12/2024
Tidak hanya itu, rumor yang beredar semakin panas dengan dugaan keterlibatan seorang oknum pegawai Kecamatan Balaraja, yang diduga tanpa ragu bertindak sebagai pemborong proyek PL Kecamatan. Alih-alih menjalankan tugas sebagai pengawas netral, oknum tersebut justru diduga bermain secara terang-terangan memanfaatkan jabatannya demi kepentingan pribadi, sehingga mencoreng citra dan integritas lembaga pemerintahan.
Sikap bungkam dari pihak terkait hanya mempertebal kecurigaan publik, seolah-olah ada upaya sistematis untuk melindungi pihak-pihak tertentu yang diduga terlibat. “Ini adalah pengkhianatan terhadap amanah rakyat. Jika tuduhan ini benar, maka ini bukan sekadar kelalaian, melainkan sebuah bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang mencederai prinsip keadilan,” ujar seorang aktivis sosial yang memilih untuk tetap anonim saat memberikan tanggapan.
Penyalahgunaan kewenangan seperti ini tidak hanya mencoreng etika pemerintahan, tetapi juga berpotensi melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Pasal tersebut dengan tegas menyatakan bahwa:
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000; (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000; (satu miliar rupiah).”
Ketentuan ini menekankan pentingnya akuntabilitas pejabat negara dalam menjalankan tugasnya. Dalam konteks ini, dugaan keterlibatan oknum pegawai Kecamatan Balaraja, berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah.
Desakan publik kini mengarah kepada Inspektorat Daerah dan aparat penegak hukum untuk segera turun tangan. Penyelidikan mendalam dan transparan diperlukan untuk mengungkap fakta dan menyeret pihak yang bersalah ke meja hijau.
“Kalau dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk. Jangan sampai Kecamatan Balaraja dikenal sebagai sarang korupsi kecil-kecilan yang berakar dari proyek PL,” tambah aktivis sosial yang mengikuti perkembangan kasus ini.
Diamnya Camat Balaraja dan Kepala Seksi Pelayanan telah memperkeruh situasi. Publik bertanya-tanya, apakah kebisuan ini merupakan tanda ketidakmampuan, ketakutan, atau ada agenda tersembunyi yang sedang dimainkan? Tanpa transparansi dan tanggung jawab, citra pemerintah kecamatan semakin jatuh di mata masyarakat.
Proyek PL Kecamatan semestinya menjadi cerminan komitmen pemerintah dalam melayani rakyat, bukan menjadi arena kerakusan dan manipulasi demi keuntungan pribadi. Jika dugaan keterlibatan oknum pegawai di Kecamatan Balaraja terbukti benar, maka tidak ada ruang untuk kompromi. Sanksi tegas harus dijatuhkan dan hukum ditegakkan secara transparan dan tanpa pandang bulu, agar keadilan benar-benar ditegakkan dan kepercayaan publik tidak terus-terusan dihancurkan oleh pengkhianatan moral.
Publik tidak akan tinggal diam. Perjuangan untuk membongkar kebenaran akan terus dilakukan hingga para pihak yang bersalah bertanggung jawab di hadapan hukum. Pihak berwenang kini dihadapkan pada pilihan krusial, bertindak demi keadilan atau membiarkan kepercayaan publik terkubur selamanya. Kami mengawal! (Red)
Post Comment