Kabupaten Tangerang || suaragempur.com – Ketika wakil rakyat Kabupaten Tangerang baru saja menginjak kursi empuk DPRD, harapan tinggi mengiringi mereka untuk membawa perubahan dan memperjuangkan aspirasi masyarakat. Namun, dugaan absennya puluhan anggota DPRD pada rapat paripurna baru-baru ini mencuat, memicu pertanyaan serius. Apa yang sebenarnya terjadi dengan para anggota dewan yang seharusnya menjadi tulang punggung demokrasi lokal? Ketika panggilan tugas datang, mengapa kursi-kursi mereka malah tampak kosong?
Dugaan absennya para anggota ini mencoreng wajah demokrasi dan menunjukkan ketidakhadiran dalam rapat penting yang membahas dua Raperda. Siapa yang sebenarnya hadir dalam rapat tersebut? Hanya dua Wakil Ketua DPRD, Kholid Ismail dan Baidowi, yang terlihat mendampingi Pj Bupati Tangerang, Andi Ony Prihartono, bersama belasan anggota dewan. Namun, selebihnya, puluhan kursi anggota dibiarkan kosong. Sebuah pemandangan yang miris, seakan menunjukkan ketidakpedulian terhadap tugas dan tanggung jawab mereka.
Dalam rapat yang digelar di gedung DPRD Kabupaten Tangerang, di mana tugas dewan seharusnya dijalankan dengan serius, ketidakhadiran ini menunjukkan kurangnya rasa hormat terhadap amanah yang diberikan rakyat. Ketika baru beberapa bulan dilantik, absensi ini justru mempertontonkan perilaku yang tidak mencerminkan komitmen sebagai wakil rakyat.
Mengapa mereka memilih untuk bolos dalam rapat paripurna yang seharusnya mengurusi kepentingan rakyat? Apakah bahwa kursi-kursi yang kosong itu lebih menggambarkan kepentingan pribadi daripada kepentingan masyarakat? Ketika pembahasan mengenai perubahan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) menjadi Perseroan Daerah (Perseroda) menjadi agenda utama, penting untuk hadir dan memberikan suara demi memperjuangkan perbaikan layanan kepada masyarakat. Bukankah ini alasan utama mereka diangkat sebagai wakil rakyat?
Dalam rapat itu, Andi Ony dengan jelas mengutarakan pentingnya perubahan BUMD seperti Lembaga Keuangan Mikro Artha Kerta Raharja dan Bank Perkreditan Rakyat Kerta Raharja menjadi Perseroda, dengan tujuan untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Namun, bagaimana masyarakat bisa mempercayai janji perubahan ketika para anggota dewan yang seharusnya menjadi representasi suara rakyat justru memilih absen dalam pembahasan vital seperti ini?
Dugaan absensi mereka menjadi cerminan yang menyakitkan bagi masyarakat yang selama ini berharap pada kinerja wakilnya. Ketidakhadiran dalam rapat paripurna yang juga membahas Raperda Inisiatif DPRD tentang perubahan di bidang olahraga dan kearsipan menimbulkan tanda tanya besar. Rakyat pun kini bertanya-tanya, apakah perubahan yang diharapkan hanya sebatas wacana tanpa komitmen kuat dari para wakil rakyat?
Bolos rapat bukanlah sekadar masalah ketidakhadiran fisik, tetapi juga mencerminkan kurangnya penghargaan mereka terhadap amanah yang telah diberikan oleh rakyat. Tindakan ini mengiris hati masyarakat, yang selama ini memberikan kepercayaan dan memilih mereka untuk menyuarakan aspirasi. Kejadian ini memberikan pukulan keras pada harapan publik dan memunculkan pertanyaan serius tentang prioritas mereka: apakah untuk rakyat atau diri sendiri?
Seharusnya, sebagai wakil rakyat, komitmen kepada tugas menjadi prioritas. Jika bolos rapat ini benar adanya, maka ini adalah tamparan keras bagi sistem pemerintahan demokratis. Masyarakat Tangerang yang menggantungkan harapan pada para anggota DPRD berhak mendapatkan jawaban. Bagaimana bisa para wakil rakyat ini absen dalam momen penting yang membahas isu-isu yang menyangkut kesejahteraan mereka?
Rakyat pantas mendapatkan perwakilan yang benar-benar hadir, baik secara fisik maupun komitmen. Dugaan absensi ini tidak hanya melukai kepercayaan publik, tetapi juga menimbulkan pertanyaan besar tentang masa depan kebijakan publik yang dijalankan tanpa partisipasi aktif dari para wakil rakyat. Apakah mereka benar-benar hadir untuk rakyat, atau sekadar menempati kursi kosong?
Penulis : Abdu Rohim
Post Comment