Transparansi Dipertanyakan, LSM dan Organisasi Wartawan Desak Dinas Pemuda dan Olahraga Tangsel Ungkap Dugaan Ketidaksesuaian Data Pegawai Non-ASN dan Penggunaan Dana APBD

SUARAGEMPUR.COM | Tangerang Selatan – Dinas Kepemudaan dan Olahraga (Dispora) Kota Tangerang Selatan kembali menjadi sorotan publik setelah muncul dugaan ketidaksesuaian jumlah pegawai non-Aparatur Sipil Negara (non-ASN) yang dianggarkan melalui dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Desakan untuk transparansi datang dari sejumlah lembaga, termasuk Dewan Pimpinan Daerah Gabungnya Wartawan Indonesia (DPD-GWI) Provinsi Banten dan DPD Komite Pemantau Korupsi (KPK).

Syamsul Bahri, selaku Ketua DPD GWI dan juga Ketua DPD KPK Provinsi Banten, menyatakan bahwa pihaknya menemukan perbedaan mencolok antara jumlah pegawai non-ASN yang dianggarkan oleh Dispora Tangsel dengan data yang tercatat di Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Tangerang Selatan.

“Dispora Tangsel menganggarkan 237 pegawai non-ASN, namun yang tercatat di BKPSDM hanya 213 orang. Ada selisih 24 pegawai. Jika dihitung dengan pagu anggaran yang diajukan, potensi dana tidak jelas senilai Rp12.504.110.000 patut dipertanyakan penggunaannya,” ujar Syamsul dalam keterangannya.

Ia menilai bahwa ketidaksesuaian ini tidak hanya menabrak prinsip transparansi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, tetapi juga berpotensi melanggar prinsip akuntabilitas pengelolaan keuangan negara sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

Tak hanya itu, Syamsul juga mengungkapkan indikasi lain yang menguatkan dugaan penyimpangan, yakni adanya kegiatan fiktif dalam anggaran perawatan gedung pada tahun anggaran 2023 dan 2024. “Kegiatan itu nyatanya sudah dilaksanakan oleh Dinas Cipta Karya dan Tata Bangunan. Namun di dalam dokumen perencanaan dan pertanggungjawaban keuangan, Dispora tetap menganggarkannya. Ini bentuk pemborosan dan patut diduga sebagai tindak pidana korupsi,” tegasnya.

Pihaknya menilai bahwa praktik semacam ini bisa dikategorikan sebagai tindakan melawan hukum dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Untuk itu, ia meminta agar aparat penegak hukum, termasuk Kejaksaan dan Kepolisian, segera turun tangan melakukan penyelidikan.

“Kami akan kawal sampai ke proses hukum. Dalam hal ini, UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan dan KUHAP menjadi dasar kuat untuk mengusut tuntas kasus ini,” tambah Syamsul yang saat konferensi pers turut didampingi oleh sejumlah penasihat hukum dari lembaganya.

Ia juga mengajak masyarakat dan media untuk turut mengawasi proses hukum ini secara ketat demi menciptakan pemerintahan daerah yang bersih dan bertanggung jawab. “Kasus ini bukan hanya soal angka, ini soal kepercayaan publik terhadap pengelolaan keuangan daerah,” pungkasnya.

[Tim Redaksi | Suaragempur.com]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Copy