Kabupaten Tangerang || suaragempur.com – Kabar mengejutkan datang dari wilayah Kecamatan Kresek-Balaraja, Tangerang. Sebuah insiden kekerasan yang melibatkan seorang sopir angkot, inisial (AH), diduga dipukuli oleh kepala desa Patrasana, setelah sebuah pertikaian sengit terjadi di Jalan Raya Kresek. Konflik ini bermula dari hal yang tampak sederhana: klakson mobil yang kemudian memicu perkelahian yang tak diinginkan. Ironisnya, tak hanya berhenti di sana, masalah ini semakin panas dengan dugaan keterlibatan Kepala Desa (Kades) Patrasana, yang kebetulan adalah orang tua dari oknum polisi tersebut.
Menurut beberapa saksi mata, konflik bermula ketika AH (Inisial-red), sopir angkot yang melayani trayek Kresek-Balaraja, berpapasan dengan pengendara motor yang mengaku sebagai polisi. Sang sopir angkot, yang merasa perjalanannya terhalang, membunyikan klaksonnya. Tak disangka, hal sepele ini justru menjadi pemicu ketegangan hingga keduanya terlibat baku hantam di tengah jalan, di lokasi Pasar Ceplak-Kresek. Warga yang melihat kejadian tersebut berupaya melerai perkelahian, namun konflik ini rupanya belum berakhir.
Beberapa jam setelah insiden tersebut, AH mendapati dirinya terlibat dalam kejadian yang lebih mencekam. Ia dihadang oleh seorang pria yang ternyata adalah Kepala Desa Patrasana, orang tua dari oknum polisi yang sebelumnya terlibat perkelahian. Kades tersebut diduga memasukkan AH ke dalam mobil pribadinya, membawanya berputar-putar di sekitar area tersebut, dan yang lebih mengejutkan melakukan kekerasan fisik yang menyebabkan luka lebam di tubuh AH.
Peristiwa ini sontak menjadi buah bibir di masyarakat setempat. Seorang warga, yang tak ingin disebutkan namanya, mengungkapkan kekesalannya, “Kalau memang benar ada kekerasan, apalagi melibatkan pejabat desa dan aparat, ini jelas tindakan yang sewenang-wenang. Kami sebagai warga merasa kecewa jika tokoh masyarakat yang seharusnya menjadi panutan malah bertindak sebaliknya.” Ujarnya
Berbagai pihak terkait seharusnya segera mengambil tindakan atas insiden ini. Kasus dugaan pemukulan dan penyalahgunaan wewenang ini jelas tak bisa dianggap remeh. Kehadiran seorang aparat yang terlibat dalam perkelahian, terlebih lagi oknum polisi, membuat publik mempertanyakan integritas dan tanggung jawab profesi yang seharusnya menjunjung tinggi keamanan dan ketertiban. Lebih jauh, keterlibatan seorang kepala desa dalam tindakan kekerasan ini menunjukkan adanya potensi penyalahgunaan kekuasaan di tingkat lokal.
Lembaga kepolisian dan pemerintahan daerah Tangerang diharapkan segera mengambil langkah tegas untuk mengusut tuntas insiden ini. Masyarakat tentunya tak menginginkan adanya pandangan bahwa pejabat publik bisa bertindak semena-mena tanpa ada konsekuensi hukum. Jika memang benar adanya, tindakan ini harus diberikan sanksi yang setimpal, agar kepercayaan publik terhadap aparat dan pejabat pemerintah tetap terjaga.
Sementara itu, pihak dari kerabat AH berharap bahwa kasus ini bisa mendapatkan perhatian serius dari aparat penegak hukum. “Kami hanya ingin keadilan. AH dipukul hingga lebam tanpa alasan yang jelas, hanya karena klakson. Apa ini pantas dilakukan oleh seorang pejabat desa dan aparat polisi?” ujar salah satu kerabatnya.
Kasus ini menjadi cermin dari banyaknya dugaan penyalahgunaan wewenang yang masih terjadi di tingkat lokal. Kejadian semacam ini seharusnya tidak dibiarkan begitu saja, agar masyarakat merasa aman dan terlindungi, bukan malah dicekam oleh tindakan intimidasi oleh pejabat publik.
Jika kejadian ini tidak segera diusut dan diberikan kejelasan hukum, tak menutup kemungkinan akan semakin banyak masyarakat yang merasa khawatir untuk melaporkan kejadian serupa di kemudian hari. Penegakan hukum yang adil dan transparan menjadi kunci utama agar masyarakat tetap percaya pada sistem keadilan.
Kini masyarakat, khususnya Kresek-Balaraja, menanti langkah tegas dari pihak berwenang. Akankah kasus ini diusut tuntas hingga jelas, atau justru berakhir begitu saja?
(Red)
Post Comment