Suswono Yang Berbahaya: Saat Cawagub 01 Merendahkan Kearifan Nabawi di Hadapan Publik

Jakarta || suaragempur.com – Pernyataan Calon Wakil Gubernur (Cawagub) Jakarta nomor urut 01, Suswono, yang menyarankan para janda kaya untuk menikahi pemuda pengangguran, telah memicu kontroversi tajam di tengah masyarakat. Dalam acara deklarasi dukungan Organisasi Masyarakat Bang Japar kepada pasangan Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) di Jakarta Selatan, Sabtu (26/10/2024), Suswono tampaknya merasa perlu untuk memberikan “contoh” dengan menyebut kisah Nabi Muhammad dan Siti Khadijah. Namun, alih-alih memberikan inspirasi, Suswono justru merendahkan makna mendalam dari kisah mulia itu, seolah menjadikan pernikahan sebagai solusi pragmatis untuk masalah sosial.

Pernyataan ini tidak hanya dianggap tidak etis, namun juga telah melukai perasaan umat Islam. Bagaimana mungkin seorang tokoh publik, yang seharusnya memberi teladan, malah menjadikan kisah suci Nabi Muhammad SAW dan Siti Khadijah sebagai candaan? Bukan hanya sekadar candaan, tetapi ia secara terang-terangan menyalahartikan dan merendahkan kisah penuh hikmah tersebut dalam upaya meraih popularitas.

Tindakan Suswono ini segera menuai protes keras. Ormas-ormas keagamaan menyatakan kekecewaannya atas komentar yang dinilai menistakan sosok Nabi Muhammad SAW dan merusak makna suci dari sejarah Islam. Banyak yang mempertanyakan, apakah Suswono benar-benar memahami kedalaman dan kesakralan kisah pernikahan Nabi dengan Siti Khadijah? Ataukah ini sekadar retorika murahan untuk menarik perhatian?

Mengutip pemberitaan dari Liputan6 dan Kompas yang telah mengangkat pernyataan kontroversial ini, masyarakat mulai bertanya-tanya, bagaimana mungkin seorang Cawagub berani mengaitkan permasalahan sosial dengan kisah Nabi SAW secara sembrono? Sejarah jelas mencatat bahwa Nabi Muhammad dan Siti Khadijah adalah lambang ketulusan cinta yang tidak sekadar didasarkan pada status sosial atau ekonomi. Pernikahan mereka adalah teladan kesetiaan, pengorbanan, dan kemurnian cinta – bukan sarana politis untuk “memperbaiki” masalah pengangguran.

Dengan adanya pernyataan Suswono ini, wajar jika publik, khususnya umat Islam, merasa tersinggung dan terhina. Mereka melihat bahwa pernyataan ini tidak hanya kurang pantas tetapi juga menghina nilai-nilai ajaran Islam yang luhur. Menyebut bahwa Nabi Muhammad SAW menikahi Siti Khadijah yang konglomerat dengan cara semata-mata untuk memberikan contoh solusi sosial, sama saja dengan mengabaikan ketulusan dan keikhlasan hubungan mereka. Bukankah ini penghinaan?

Dalam hal ini, pihak-pihak yang berwenang harus segera turun tangan. Majelis Ulama Indonesia (MUI), sebagai lembaga yang memiliki otoritas dalam menjaga kemurnian nilai-nilai Islam, sudah seharusnya mengambil tindakan tegas. Menegur, bahkan mungkin memanggil Suswono, agar ia menyadari dampak dari pernyataan yang telah menyakiti banyak hati umat.

Sebagai publik figur, Suswono seharusnya lebih berhati-hati dalam berbicara. Pernyataan yang sembarangan tentang sosok yang begitu dimuliakan dalam agama Islam bukanlah hal yang bisa ditoleransi. Apakah seorang Cawagub yang mencerminkan sikap dan ucapan seperti ini benar-benar pantas untuk memimpin Jakarta?

Banyak tokoh masyarakat dan aktivis keagamaan kini mulai mempertanyakan kredibilitas dan pemahaman Suswono terhadap nilai-nilai dasar Islam. Apakah seorang tokoh yang menganggap enteng sosok Nabi Muhammad SAW layak dipercaya? Ataukah ini tanda bahwa Suswono hanya berusaha menjual agama untuk kepentingan pribadi?

Pernyataan Suswono jelas tidak bisa dianggap remeh. Peran seorang pemimpin bukan sekadar menebar janji, tetapi juga menunjukkan sikap yang menghormati keyakinan masyarakat. Jika sejak awal sudah ada tanda-tanda ketidakpedulian terhadap nilai-nilai dasar agama, lalu bagaimana dengan janji-janji politik yang ia tawarkan?

Umat Islam dan masyarakat Jakarta pada umumnya perlu bersikap kritis. Sikap Suswono ini harus menjadi pertimbangan besar dalam menentukan pilihan pada Pilkada nanti. Jangan sampai kita memilih pemimpin yang merendahkan nilai-nilai luhur agama untuk sekadar popularitas.

(Oim)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Copy