Kabupaten Tangerang | Suaragempur.com – Keputusan kontroversial Menteri Ketenagakerjaan RI untuk menunda pembahasan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tahun 2025 menuai kritik tajam. Surat resmi yang diterbitkan pada 20 November 2024 ini diduga sarat muatan politik, terutama menjelang Pilkada Serentak 2024. Langkah tersebut dinilai lebih mengutamakan stabilitas politik jangka pendek dibandingkan kesejahteraan pekerja.
Rustam Effendi, S.H., MH., Ketua DPC Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kabupaten Tangerang, menyebut kebijakan ini sebagai bentuk pengkhianatan terhadap buruh. “Keputusan ini bukan sekadar tindak lanjut dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023, tetapi jelas mencerminkan strategi politik untuk meredam aksi massa yang dapat merusak citra pemerintah menjelang Pilkada. Ini keputusan yang terburu-buru dan sangat tidak pro-buruh,” ujar Rustam dalam keterangannya, Kamis (21/11/2024).
Menurut Rustam, pemerintah sengaja mengulur waktu untuk menghindari gelombang protes besar dari serikat pekerja. “Padahal, buruh adalah tulang punggung perekonomian. Namun, pemerintah justru lebih memprioritaskan kepentingan politik daripada memenuhi hak-hak mereka,” lanjutnya.
Kritik terhadap Dominasi Oligarki
Kritik tajam juga datang dari berbagai serikat pekerja lainnya. Mereka menyoroti peran oligarki yang dianggap semakin dominan dalam memengaruhi kebijakan publik, termasuk yang berdampak langsung pada kesejahteraan buruh. Kebijakan ini, menurut pengamat politik dan ekonomi, menguatkan indikasi adanya tekanan dari kelompok elite untuk menjaga stabilitas politik dan ekonomi mereka.
“Oligarki terus bekerja di balik layar untuk memastikan kepentingannya tidak terganggu. Ini menunjukkan bahwa kesejahteraan rakyat sering kali menjadi korban dalam proses pengambilan keputusan,” kata Rustam.
Para pengamat memperingatkan bahwa pola seperti ini dapat mengancam demokrasi dan keadilan sosial. Kebijakan yang diambil cenderung berpihak kepada segelintir elite, sementara mayoritas masyarakat, khususnya buruh, harus menanggung dampaknya.
Melihat situasi ini, serikat buruh bersiap untuk menggalang aksi besar-besaran demi menuntut pembatalan kebijakan yang dinilai tidak adil. Mereka mengingatkan pemerintah bahwa suara rakyat tidak boleh diabaikan demi stabilitas politik sesaat.
“Kami tidak akan tinggal diam. Jika pemerintah terus berpihak pada oligarki, maka gelombang aksi massa akan menjadi pilihan yang tak terhindarkan,” tegas Rustam.
Keputusan Menteri Ketenagakerjaan ini menjadi cerminan nyata bagaimana politik dan kepentingan oligarki dapat mengalahkan kebutuhan dasar rakyat. Publik diingatkan untuk terus mengawasi dan memperjuangkan keadilan sosial, agar masa depan yang lebih adil dan sejahtera dapat terwujud.
Buruh bukan hanya kelompok pekerja, melainkan juga pilar utama pembangunan bangsa. Keputusan yang tidak berpihak pada mereka akan menimbulkan dampak luas bagi perekonomian dan stabilitas sosial. (Red)
Post Comment