Kabupaten Tangerang | Suaragempur.com – Dugaan praktik pungutan liar (Pungli) di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 7 Tangerang, yang berlokasi di Kampung Iwul, Desa Tobat, Kecamatan Balaraja, menarik perhatian publik. Informasi menyebutkan bahwa siswa diminta membayar iuran sebesar Rp.2.000 per minggu, Rp.10.000 per bulan, dan Rp.57.000 per tahun, serta biaya tambahan alih-alih untuk buku pendamping yang diduga berupa Lembar Kerja Siswa (LKS) dengan harga yang dinilai tidak wajar. Jumat, 22/11/2024.
Kepala MIN 7 Tangerang, Dra. Agustina, M.M., menanggapi kabar ini. Ia mengonfirmasi adanya iuran sebesar Rp.2.000 per minggu, yang menurutnya digunakan untuk mempercantik ruang kelas demi kenyamanan siswa. Namun, ia membantah mengetahui soal pungutan Rp.10.000 per bulan. “Iuran Rp.2.000 itu memang untuk menghias ruang kelas. Tapi soal iuran Rp.10.000, saya tidak tahu,” ungkapnya.
Terkait pungutan Rp.57.000 per tahun, Agustina menjelaskan dana tersebut digunakan untuk membayar guru Tahfiz yang mendukung program hafalan Juz 30. Ia beralasan, keterbatasan Dana BOS menjadi kendala untuk membiayai program ini. “Dana BOS tidak mencakup anggaran untuk guru Tahfiz. Jadi, kami mencari solusi melalui rapat dengan wali murid untuk penggalangan dana dari siswa,” jelasnya.
Meski demikian, kebijakan ini menuai kontroversi. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2012, sekolah penerima Dana BOS dilarang memungut biaya tambahan dari siswa. Hal ini menempatkan kebijakan tersebut dalam potensi pelanggaran aturan.
Dana BOS sendiri dirancang untuk mencakup kebutuhan operasional sekolah, termasuk pengadaan buku ajar. Namun, muncul pertanyaan mengenai transparansi pengelolaan anggaran. Terlebih, biaya untuk buku pendamping atau LKS dinilai memberatkan orang tua siswa, apalagi jika harga yang dikenakan dianggap tidak sesuai.
Kasus ini mendapat perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk media Suaragempur.com, yang berkomitmen untuk menggali lebih dalam mengenai kebenaran kasus ini. Media ini juga sedang berkoordinasi dengan Kantor Kementrian Agama (Kemenag) Kabupaten Tangerang dan pihak terkait untuk memastikan kejelasan fakta serta dampak hukum yang mungkin muncul.
Langkah tegas dari pemerintah dan pihak berwenang sangat diharapkan. Dugaan pungutan liar ini tidak hanya berpotensi melanggar hukum, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem pendidikan. Pendidikan seharusnya menjadi hak dasar yang dapat diakses tanpa beban tambahan yang memberatkan.
Masyarakat berharap pemerintah segera mengambil tindakan nyata untuk menyelesaikan persoalan ini dengan adil dan transparan. Kejelasan dan keadilan diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan terhadap sistem pendidikan yang bebas biaya sesuai dengan semangat pendidikan nasional.
(Red)