Kabupaten Tangerang | SUARAGEMPUR.COM – Balaraja kembali menjadi panggung praktik yang patut dipertanyakan. Dugaan penyimpangan dalam proyek pemeliharaan jalan paving blok di Kampung Kabembem, RT.004/002, Kelurahan Balaraja, Kecamatan Balaraja, menyeruak ke permukaan. Proyek yang menelan anggaran Rp 100.000.000 dari APBD Tahun Anggaran 2025 dengan skema Pengadaan Langsung ini diduga sarat dengan praktik manipulatif demi meraup keuntungan maksimal. Jumat, (21/02/2025)
Pantauan langsung di lokasi proyek menguak kejanggalan yang tak bisa diabaikan. Volume pekerjaan yang diklaim sepanjang 30 meter dengan lebar 2 meter ternyata dikerjakan jauh dari prosedur yang semestinya. Base course sebagai lapisan dasar jalan, yang seharusnya menjadi pondasi utama, nihil dalam proyek ini. Alih-alih mengikuti standar teknis, kontraktor memilih langsung menutup permukaan dengan abu batu dan paving blok baru tanpa membongkar paving lama. Sebuah pelanggaran fatal yang berisiko mereduksi kualitas dan ketahanan jalan.
Seorang pekerja proyek mengakui adanya penyimpangan tersebut. “Iya, Pak, ini tidak memakai base course. Panjangnya 30 meter dan lebarnya 2 meter. Paving lama tidak dibongkar karena takut tergeser paving yang baru. Saya hanya menjalankan instruksi dari pelaksana proyek,” ungkapnya. Pengakuan ini semakin memperkuat dugaan bahwa proyek ini sengaja dilakukan dengan cara-cara instan yang mengabaikan ketentuan teknis demi kepentingan tertentu.
Lebih jauh, proyek ini digarap oleh CV. Mahakarya Putra Kontruksindo di beberapa titik terpisah. Jika dihitung secara kasar, potensi korupsi dari satu titik proyek ini bisa mencapai angka mencengangkan. Dengan harga satuan agregat Rp 512.356 per kubik dan volume ideal base course yang seharusnya digunakan sekitar 2,7 kubik, dengan volume panjang 30m dan lebar 2m. Estimasi perhitungan lebar efektif 1.8m setelah dikurangi 20cm ukuran kasteen kanan dan kiri. Maka potensi dana yang diduga dikorupsi mencapai 512.356 × 2,7 kubik = Rp 1.383.361, hanya dari satu titik pekerjaan. Jika praktik serupa terjadi di titik proyek lainnya, jumlah kerugian negara tentu lebih besar lagi.
Tak hanya aspek teknis dan finansial yang dipertanyakan, proyek ini juga mencerminkan abainya keselamatan kerja (K3). Pekerja terlihat tidak mengenakan alat pelindung diri (APD), rambu proyek nihil, dan pengawasan dari instansi terkait hampir tidak tampak. Fakta ini menambah deretan indikasi kelalaian yang tidak bisa dibiarkan.
Minimnya pengawasan dari instansi berwenang semakin menambah kecurigaan. Jika tidak ada pengawasan ketat, bagaimana bisa dipastikan bahwa proyek ini benar-benar sesuai dengan spesifikasi yang tertuang dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK)? Apakah ini murni kelalaian atau justru kesengajaan yang melibatkan lebih banyak pihak?
Dugaan penyimpangan ini harus segera diusut tuntas. Dana publik bukan untuk dipermainkan segelintir pihak yang hanya mementingkan keuntungan pribadi. Masyarakat berhak mendapatkan infrastruktur yang berkualitas, bukan proyek abal-abal yang hanya akan membebani anggaran di masa depan. Pemerintah dan penegak hukum harus bergerak cepat agar praktik serupa tidak terus menjamur di Balaraja dan daerah lainnya. (Red)