SUARAGEMPUR.COM | TANGERANG — Dugaan praktik “tangkap lepas” yang melibatkan aparat di Polsek Tigaraksa, Polresta Tangerang, kembali mengemuka. Kali ini, isu tersebut diperkuat oleh hilangnya pemberitaan yang sebelumnya menyoroti dugaan permintaan uang oleh oknum aparat dalam proses pembebasan tiga tersangka penyalahgunaan narkotika.
Sebelumnya, sebuah media online menerbitkan pemberitaan tentang penangkapan tiga orang oleh personel Polsek Tigaraksa atas dugaan penyalahgunaan narkotika. Dalam isi berita tersebut disebutkan adanya permintaan uang sebesar Rp100 juta, yang kemudian dinegosiasikan menjadi Rp45 juta, sebagai syarat pembebasan para tersangka. Namun kini, saat tautan artikel tersebut diakses, yang muncul hanyalah halaman dengan pesan “Maaf, halaman tidak ditemukan.”
Diberitakan sebelumnya Kanit Reskrim Polsek Tigaraksa, Ipda Ahmad Dasuki, saat dikonfirmasi pada Sabtu (31/5/2025), membenarkan adanya penangkapan tiga orang pada Selasa (27/5/2025) karena dugaan penyalahgunaan narkoba.
“Memang benar ada penangkapan pelaku yang diduga menyalahgunakan narkotika,” ujar Dasuki.
Namun menurutnya, ketiga orang tersebut bukan pengedar, melainkan dikategorikan sebagai pengguna. Oleh sebab itu, pihak kepolisian tidak memproses mereka secara pidana, melainkan mengarahkan ke rehabilitasi, dengan merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 4 Tahun 2010 dan permohonan dari pihak keluarga.
Pernyataan Dasuki bertolak belakang dengan pengakuan seorang narasumber yang mengaku mengetahui langsung proses pembebasan ketiga pelaku.
“Awalnya diminta Rp100 juta, lalu dinego jadi Rp45 juta. Setelah itu mereka pulang ke rumah. Tidak ada proses rehabilitasi sama sekali,” ujarnya.
Informasi ini menguatkan dugaan bahwa pembebasan tidak melalui prosedur hukum yang sah. Fakta bahwa pelaku langsung pulang tanpa menjalani rehabilitasi menjadi pertanyaan besar mengenai keabsahan proses yang ditempuh.
Berdasarkan ketentuan hukum, rehabilitasi terhadap pengguna narkoba tidak bisa dilakukan sembarangan. Harus melalui asesmen terpadu oleh Tim Asesmen Terpadu (TAT) yang terdiri dari unsur penyidik, BNN, tenaga medis, dan psikolog.
Jika tidak ada asesmen dan tidak ada penetapan resmi dari pihak berwenang, maka proses rehabilitasi tersebut ilegal secara hukum. Dengan kata lain, alasan “direhabilitasi” yang disampaikan oleh pihak kepolisian harus dibuktikan dengan dokumen asesmen resmi.
Pertanyaan mendasar yang mencuat adalah, apakah sah aparat kepolisian atau institusi rehabilitasi menerima uang Rp45 juta dari pelaku atau keluarganya?
Jawabannya adalah, tidak sah dan tidak dibenarkan secara hukum. Tidak ada dasar hukum yang memperbolehkan kepolisian atau lembaga rehabilitasi menerima uang tebusan sebagai ganti proses hukum. Praktik semacam itu dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang, pungutan liar, bahkan suap, yang bisa dijerat pasal pidana.
Tangkapan layar dari situs media yang hilang menunjukkan bahwa artikel investigatif yang sempat beredar kini telah dihapus. Upaya penelusuran melalui mesin pencari juga tidak membuahkan hasil. Kondisi ini menimbulkan dugaan adanya tekanan terhadap redaksi media untuk menarik atau menghapus berita tersebut.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi dari pihak media maupun dari Polsek Tigaraksa dan Polresta Tangerang terkait dugaan intervensi terhadap pemberitaan.
Kasus ini dinilai sebagai contoh nyata potensi pembungkaman terhadap media, yang bisa berdampak pada menurunnya akuntabilitas institusi penegak hukum.
Masyarakat kini menunggu sikap dari Dewan Pers, Kompolnas, BNN, dan Propam Mabes Polri untuk menyelidiki dua hal penting. Legalitas proses hukum terhadap pelaku penyalahgunaan narkoba, dan dugaan intimidasi terhadap media yang memberitakan dugaan pelanggaran oleh aparat.
Apakah ini hanya kesalahan teknis? Atau ada sesuatu yang sengaja disembunyikan? Jawabannya hanya bisa ditemukan jika ada keberanian investigasi, komitmen terhadap keadilan, dan jaminan atas kebebasan pers.
Kami akan terus mengikuti perkembangan kasus ini dan membuka ruang konfirmasi dari pihak-pihak terkait guna menjaga prinsip keberimbangan informasi.
Red. Suaragempur.com