Kabupaten Tangerang | SUARAGEMPUR.COM – Dugaan ketidakseriusan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Tangerang dengan banyaknya penumpukan sampah di beberapa titik strategis diwilayah Kecamatan Balaraja. Sebagai contoh nyata seperti Jalan Sentiong Desa Tobat, menjadi bukti dugaan buruknya pengelolaan sampah oleh DLHK, tumpukan sampah yang memicu bau menyengat dan pemandangan tidak sedap telah menjadi pemandangan sehari-hari. Kritik tajam pun mengalir dari berbagai pihak, mulai dari warga, Ormas, LSM, Aktivis, hingga anggota DPRD.
Pada pemberitaan sebelumnya pejabat seperti Pj Bupati Andi Ony, Sekda Soma Atmaja, Asda 1 Syaifulloh, Sekretaris Inspektorat Nurjannah, Humas Inspektorat Rizal, hingga Hari Kabid Dlhk Kabupaten Tangerang memilih bungkam saat dimintai tanggapan terkait langkah strategis Pemkab ke depan. Pertanyaan yang dilayangkan terkait kritik Deden Umardani soal lambannya penanganan sampah hanya berbuah diam seribu bahasa.
Dalam pernyataannya, Deden Umardani Dewan DPRD Kabupaten Tangerang menilai Pemkab Tangerang kurang serius menangani sampah, meskipun isu ini menjadi persoalan yang sangat mendesak. “Pemkab masih belum menganggap serius persoalan sampah, dari struktur terbawah sampai teratas belum terlihat keseriusan dalam penanggulangan sampah di Kabupaten Tangerang. Ini masalah serius?” tegasnya. Namun, pejabat terkait justru menghindar dari tanggung jawab publik dengan mengabaikan permintaan konfirmasi.
Jalan baru Sentiong, yang kini dipenuhi tumpukan sampah, menjadi simbol kegagalan pemerintah daerah dalam menjaga lingkungan. Rizal, Sekjen LMPI Marcab Kabupaten Tangerang, menilai kondisi ini mencerminkan kurangnya keseriusan pemerintah. “Kebersihan adalah sebagian dari iman. Jika daerah ini dipenuhi sampah, maka ada yang salah dalam kepemimpinan kita,” ungkapnya.
Minimnya edukasi kepada masyarakat terkait perilaku membuang sampah sembarangan juga menjadi sorotan. Nurdin, Wakil Ketua YLPK Perari DPD Banten, menilai lemahnya pengawasan aparat turut memperburuk situasi ini. Dampak dari penumpukan sampah tidak hanya merusak estetika lingkungan, tetapi juga mengancam kesehatan masyarakat melalui lalat, tikus, dan genangan air kotor yang menjadi sumber penyakit.
Pasangan Bupati dan Wakil Bupati, Maesyal dan Intan, diharapkan segera mengambil tindakan tegas setelah pelantikan. Masyarakat mendesak reformasi struktural dengan membongkar pejabat yang tidak serius menangani persoalan ini. “Tidak ada ruang bagi pemimpin yang gagal bekerja,” ujar Nurdin.
Ditempat berbeda, keluhan juga datang dari warga Perumahan Villa Balaraja yang merasa tidak mendapatkan manfaat meski rutin membayar retribusi sampah sebesar Rp 25.000 hingga Rp 35.000 per bulan. “Kami bayar setiap bulan, tapi sampah tetap menumpuk. Apa manfaatnya jika pelayanan tidak memadai?” keluh warga Perum Villa Balaraja yang enggan disebutkan namanya
Rustam Efendi, S.H., M.H., seorang aktivis lingkungan, menyoroti buruknya manajemen DLHK sebagai akar masalah. “Retribusi sebenarnya cukup untuk menangani sampah. Sayangnya, buruknya koordinasi dan jadwal pengangkutan yang tidak teratur semakin memperburuk situasi,” katanya. Pada Sabtu, 18 Januari 2025.
Jika DLHK Kabupaten Tangerang terus abai, reputasi pemerintah daerah akan semakin merosot, sementara masyarakat terus bergulat dengan sampah yang tak kunjung teratasi. Apakah ini wajah asli pengelolaan lingkungan di Kabupaten Tangerang? Warga menunggu jawaban melalui aksi nyata.
(Oim)
.