SUARAGEMPUR.COM | Tangerang Selatan – Dugaan penyimpangan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kembali mencuat, kali ini di tubuh Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Ketua DPD LSM Komite Pemantau Korupsi Provinsi Banten sekaligus Ketua DPD Gabungnya Wartawan Indonesia (GWI) Provinsi Banten, Syamsul Bahri, mengungkapkan adanya indikasi ketidaksesuaian dalam penggunaan anggaran belanja alat kesehatan dan pengadaan jasa tenaga medis non-ASN.
Dalam keterangannya kepada awak media, Syamsul Bahri menyampaikan bahwa terdapat ketidaksesuaian antara jumlah tenaga medis non-ASN yang dianggarkan oleh Dinas Kesehatan dengan data resmi yang tercatat di BKPSDM Kota Tangerang Selatan. “Menurut data kami, Dinas Kesehatan menganggarkan honorarium untuk 185 tenaga medis non-ASN, padahal berdasarkan data resmi BKPSDM hanya tercatat sebanyak 152 orang. Selisih 33 orang ini menjadi tanda tanya besar terkait transparansi pengelolaan anggaran,” ujar Syamsul Bahri.
Ia menambahkan, selisih anggaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan diperkirakan mencapai Rp. 9.864.500.000. “Bila dana sebesar ini digunakan tanpa dasar yang jelas, maka kuat dugaan telah terjadi penyalahgunaan wewenang yang melanggar prinsip-prinsip akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara,” tegasnya.
Lebih lanjut, Syamsul juga mengungkap adanya indikasi kegiatan fiktif pada anggaran pemeliharaan fasilitas puskesmas di tahun anggaran 2023 dan 2024. “Kegiatan pemeliharaan yang dimaksudkan justru telah dilaksanakan oleh Dinas Perumahan dan Permukiman. Ini menjadi preseden buruk karena bisa jadi terjadi duplikasi anggaran,” tambahnya.
Dugaan ini, menurut Syamsul, bertentangan dengan prinsip transparansi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik serta melanggar ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 mengenai Standar Akuntansi Pemerintah.
Syamsul menegaskan bahwa pihaknya akan mengawal kasus ini hingga tuntas melalui jalur hukum. “Kami akan membawa temuan ini ke Kejaksaan Negeri maupun Kejaksaan Tinggi. Negara tidak boleh dirugikan karena lemahnya pengawasan dan ketidakjujuran oknum pejabat,” ujarnya.
Dalam konferensi pers tersebut, Syamsul Bahri didampingi oleh sejumlah kuasa hukum dan aktivis anti-korupsi dari lembaga yang ia pimpin. Ia menegaskan komitmennya untuk terus menyuarakan penegakan hukum terhadap dugaan praktik korupsi di lingkungan pemerintahan daerah.
“Kami menyerukan agar pihak Kepolisian dan Kejaksaan menindaklanjuti laporan ini sesuai ketentuan hukum yang berlaku, yakni berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” pungkasnya. (Red)