SUARAGEMPUR.COM | TANGERANG – Seorang pekerja konstruksi Yogi Saputra (23), menjadi korban dugaan salah tangkap dan penganiayaan brutal yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mengaku sebagai Aparat Penegak Hukum (APH). Peristiwa memilukan ini terjadi di kawasan BSD City, Tangerang, Banten, pada Kamis (7/11/2025).
Kisah pilu Yogi Saputra, sang korban, berawal sekitar pukul 12.45 WIB di Jalan BSD Grand Boulevard, tepatnya di lokasi proyek pembangunan kantor PT Nusa Raya Cipta Tbk. Saat itu, Yogi sedang tidur di dalam kontainer yang berfungsi sebagai tempat istirahat. Tiba-tiba, lima orang mendatangi dan memasuki kontainer tersebut.
“Salah seorang oknum yang mengaku polisi langsung menodongkan senjata api ke wajah saya,” ujar Yogi menceritakan kejadian tersebut. Dalam keadaan tangan sudah diborgol, kepalanya dibenturkan ke lantai kontainer. Yogi kemudian dipukuli sambil dipaksa untuk mengaku suatu perbuatan yang tidak diketahuinya.
Meski telah tergeletak, Yogi masih ditendang di bagian wajahnya. Ia dipaksa bangun dan kembali diancam. “Kalau tidak mengaku, saya tembak,” ujar Yogi menirukan ancaman oknum tersebut. Dalam situasi terdesak, Yogi menjawab, “Silakan tembak, saya tidak bersalah dan tidak tahu apa-apa.” Kata Yogi pasrah.
Ancaman dan penganiayaan tetap berlanjut. Yogi dipukuli di bagian perut dan wajah hingga terjatuh. Bahkan, ketika ia sudah tergeletak, oknum tersebut masih memaksanya untuk bangun dengan tuduhan, “Jangan pura-pura pingsan.” Ujar Oknum Polisi.
Oknum polisi tersebut kemudian membawa Yogi ke kontrakannya yang tidak jauh dari lokasi proyek. Selama perjalanan, penganiayaan terus berlangsung. Setiba di kontrakan, polisi meminta kunci motor sambil terus memukulinya. Yogi bersikukuh tidak memiliki motor. Pencarian di dalam kontrakan pun tidak membuahkan hasil.
Meski tidak ditemukan bukti apa pun, oknum polisi masih memaksa Yogi untuk mengaku telah mencuri sepeda motor sambil terus mengancam dengan senjata api. Dengan sisa tenaga, Yogi tetap tidak mengaku karena memang tidak melakukannya.
Setelah itu, Yogi dibawa berputar-putar di sekitar kawasan BSD dan akhirnya diturunkan di pinggir jalan tidak jauh dari tempat kerjanya. Dalam kondisi tidak berdaya, Yogi memutuskan pulang ke kontrakan dan menceritakan semua kejadian kepada keluarganya.
Korban sempat dipaksa menerima sejumlah uang dari oknum polisi dengan dalih “uang berobat” dan diminta untuk tidak menceritakan kejadian tersebut. Namun, Yogi menolak tegas dengan melemparkan uang itu kembali ke dalam mobil oknum.
Akibat kejadian ini, Yogi mengalami luka sobek pada pelipis mata kanan, lebam di bagian wajah, dan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Ia kemudian dibawa ke RS Ilanur untuk mendapatkan perawatan medis.selain luka fisik Yogi juga mengalami trauma yang mendalam akibat kejadian tersebut.
Didampingi keluarga, Yogi kini mencari pendampingan hukum ke Kantor Hukum Law Firm ER & Partners. Penasihat Hukumnya, Rustam Effendi, S.H., M.H., mengecam tindakan sewenang-wenang yang dialami kliennya.
“Tanpa melalui prosedur hukum yang jelas, seperti surat pemanggilan maupun surat penetapan sebagai tersangka, Yogi dianiaya secara brutal secara bergilir dan dipaksa mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya,” tegas Rustam. Ia menekankan bahwa sebagai aparat penegak hukum, seharusnya mengutamakan asas praduga tak bersalah dan berpedoman pada UU Hukum Acara Pidana Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang mengatur seluruh proses penegakan hukum pidana, mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga pemeriksaan di pengadilan dan pelaksanaan putusan.
Rustam berjanji akan segera melaporkan kejadian ini ke Polda Metro Jaya untuk memperjuangkan hak-hak Yogi yang diduga dilanggar oleh oknum polisi tersebut.
Red : Suaragempur.com
