PERLAWANAN & PERJUANGAN UPAH 2025 DIMULAI

Kabupaten Tangerang || suaragempur.com – Buruh di Indonesia, khususnya di Provinsi Banten, kembali merapatkan barisan untuk memperjuangkan kesejahteraan mereka di tahun 2025. Seperti tahun-tahun sebelumnya, penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) menjadi agenda krusial yang ditunggu-tunggu. Namun, hambatan regulasi yang ada, khususnya PP No. 51 Tahun 2023 yang menjadi dasar penetapan UMP 2024, mendorong serikat buruh untuk melakukan pergerakan yang lebih masif dan signifikan.

Dalam perbincangan via telepon pada Selasa, 12 November 2024, tokoh buruh sekaligus Ketua DPC KSPSI Kabupaten Tangerang, Rustam Efendi, S.H., M.H., menyampaikan pandangannya terkait hal ini. “Dengan adanya putusan MK yang baru, PP No. 51 Tahun 2023 sudah tidak layak digunakan sebagai dasar penetapan Upah tahun 2025,” ujar Rustam. Ia juga menyoroti kabar yang beredar terkait kemungkinan terbitnya Permenaker sebagai pengganti PP No. 51, namun dengan prediksi bahwa isinya tidak akan berbeda jauh.

Pernyataan Rustam ini menegaskan pentingnya persatuan di kalangan buruh. “Kalangan buruh perlu melakukan konsolidasi, menyatukan pandangan dan persepsi dalam perlawanan terhadap kebijakan penetapan upah tahun 2025. Jika buruh tidak bersatu, kita akan kembali menghadapi situasi yang serupa dengan tahun 2024, di mana kenaikan upah sangat minim, hanya 1,64% untuk Kabupaten Tangerang,” lanjutnya.

Sebagai bentuk tindak lanjut, Presidium Aliansi Buruh Banten Bersatu telah mengundang seluruh pimpinan serikat pekerja dan serikat buruh di Provinsi Banten untuk melakukan konsolidasi bersama. Rapat ini direncanakan akan dilaksanakan dalam waktu dekat, dengan waktu dan tempat yang akan diinformasikan lebih lanjut. Rustam menekankan pentingnya solidaritas dalam menghadapi kebijakan penetapan upah ini. “Kalangan buruh harus bersatu dan solid dalam perjuangan ini,” tegasnya di akhir percakapan.

Pergerakan ini menjadi sinyal kuat bahwa kalangan buruh siap melakukan upaya strategis untuk memperjuangkan hak-hak mereka, terutama dalam menghadapi kebijakan yang dinilai tidak mengakomodasi kesejahteraan pekerja.

(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Copy