SUARAGEMPUR.COM | TANGERANG – Praktik ketenagakerjaan di PT Tentvoo Technology Indonesia, yang berlokasi di Jl. Raya Serang No.7, Gembong, Kecamatan Balaraja, Kabupaten Tangerang , menjadi sorotan tajam. Satu karyawan yang baru saja memperpanjang kontrak kerja justru dikejutkan dengan keputusan pahit, selang satu hari kemudian mereka dipecat secara sepihak setelah melaporkan dugaan pelanggaran ketenagakerjaan perusahaan ke dinas terkait, kamis(18/9/2025).
Korban pertama, (DA) Inisial Red , mengungkapkan dirinya dipaksa oleh pihak HRD untuk memilih antara dua opsi, mencabut laporan atau menandatangani surat pengunduran diri. Ia mengaku mendapat tekanan dan intimidasi saat dipanggil ke ruangan HRD. “Saya dipaksa memilih cabut laporan atau buat surat pengunduran diri. Kalau tidak, saya dipecat. Tekanan itu sangat tidak adil dan bentuk intimidasi,” ujar (DA). Dalam keadaan yang tertekan (DA) sempat menuliskan Note keberatan saat menandatangani surat pengunduran diri yang di sodorkan oleh pihak perusahaan.
Selain itu (DA) juga menceritakan kondisi kerja di perusahaan yang dinilainya sangat tidak manusiawi. Dengan jam kerja mencapai 12 jam per hari, upah yang diberikan hanya Rp.80 ribu , jauh di bawah standar ketentuan upah minimum dan aturan ketenagakerjaan.
Nasib serupa dialami oleh (AY) Inisial Red , karyawan lain yang ikut menjadi korban pemutusan kontrak sepihak. Ia menyebut dipaksa membuat surat pengunduran diri dengan ancaman langsung dari perusahaan.
“Saya dipaksa tanda tangan surat pengunduran diri. Kalau tidak, saya akan dipecat sepihak. Ini intimidasi yang sangat kejam. Gaji yang tidak masuk akal ditambah jam kerja tidak manusiawi membuat kami melawan,” tegas (AY).
(AY) menambahkan, saat dirinya dipanggil ke ruangan HRD dan berusaha merekam kejadian intimidasi, telepon genggam miliknya justru dirampas oleh HRD berinisial (M). Tindakan itu semakin memperkuat dugaan adanya upaya perusahaan menutupi praktik intimidasi terhadap karyawan.
Saat media Suaragempur mewawancarai korban PHK lainnya,Tri Susanto ia menuturkan bahwa perusahaan ini juga diduga belum mengantongi izin produksi resmi. PT Tentvoo Technology Indonesia disebut hanya memiliki izin pergudangan , namun kenyataannya telah melakukan aktivitas produksi pembuatan sandal.
“Sering terjadi pemecatan sepihak, lalu perusahaan tidak memberikan kompensasi kepada karyawan yang diberhentikan. Setiap kali kami memperjuangkan hak, pihak perusahaan dan yayasan selalu bungkam, seolah-olah kebal hukum,” ungkap Santo.
Tidak berhenti di situ, Santo tersebut juga mengungkap adanya dugaan pelanggaran lain yang jauh lebih serius. Mereka menyebut ada sekitar 12 tenaga kerja asing TKA yang bekerja di perusahaan tersebut tanpa di lengkapi dokumen resmi. Para TKA itu diduga tidak memiliki sertifikat kompetensi tenaga ahli serta tidak mengantongi visa kerja sebagaimana diwajibkan dalam peraturan ketenagakerjaan dan keimigrasian di Indonesia.
Temuan ini berpotensi menjerat perusahaan dalam pelanggaran berlapis: mulai dari UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, UU Cipta Kerja, UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, hingga aturan perizinan usaha sebagaimana diatur dalam UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian dan peraturan turunannya. Sanksi yang menanti bukan hanya administratif, tetapi juga pidana serta denda dalam jumlah besar.
Hingga berita ini diturunkan, pihak PT Tentvoo Technology Indonesia belum memberikan klarifikasi resmi. Namun, kasus ini dipastikan akan mendapat sorotan lebih lanjut dari publik, aktivis buruh, hingga aparat penegak hukum, mengingat adanya dugaan kuat praktik pelanggaran ketenagakerjaan, intimidasi karyawan, keberadaan tenaga kerja asing ilegal, serta aktivitas produksi tanpa izin resmi.
Redaksi : SUARAGEMPUR

Memang betul semua pernyataan yang terjadi secara lapangan, ditambah dengan pekerjaan yang begitu sangat berat dan tidak sesuai dengan gaji yang diberikan, juga target yang tidak manusiawi, seolah yang kerja bukan manusia
Betul bang itu di daerah saya,pabrik itu berdampak tapi tidak peduli lingkungan